Bingung dan frustrasi dirasakan Yusnia (26), warga Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, ketika mencari tempat merawat ibunya yang terpapar virus Corona. Pasalnya, kondisi sang ibu terus menurun sejak sepekan terakhir.
Yusnia mengatakan hampir setiap hari ibunya mengeluhkan sakit dada dan pusing. Ia pun disarankan petugas puskesmas untuk membawa ibunya ke rumah sakit, tapi pihak puskesmas pun angkat tangan soal rumah sakit mana yang bisa didatangi.
"Saya bingung harus bagaimana. Saya sempat menanyakan kondisi ibu ke puskesmas, saturasi oksigennya 90 persen. Katanya harus dibawa ke IGD, tapi saat dicari tak ada IGD atau ruang rawat yang kosong dari beberapa rumah sakit yang kami datangi," kata Yusnia saat berbincang dengan detikcom, Selasa (15/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusnia pun pernah membawa ibunya ke sebuah rumah sakit swasta di Pasteur. Setelah menunggu berjam-jam di teras luar rumah sakit, tetapi panggilan untuk masuk ke dalam ruang IGD tak kunjung datang juga.
"Ya ibu datang jam setengah satu siang, Jumat pekan lalu. Sampai jam lima belum bisa masuk juga. Saat itu kondisinya hujan, ibu covid, jadi ungkan untuk menunggu di dalam lobi karena takut menularkan ke pasien lain," katanya.
"Akhirnya kami pulang karena hari sudah mau malam, tapi ibu yang merasa demam menunggu di luar tak bisa masuk ke IGD, itu membuat kami lebih bingung," ujar Yusnia menambahkan.
Alih-alih isolasi, suami dan kakaknya yang notabene merupakan kontak erat juga masih harus mencari rumah sakit yang tersedia. Pencarian rumah sakit berakhir dalam lima hari. "Akhirnya kami menemukan ruangan di RS Kebonjati Bandung," kata Yusnia.
Masalah tak berhenti di sana. Walau lebih lega karena ruangan bisa didapatkan, muncul kendala baru yakni bagaimana membawa pasien ke rumah sakit.
"Kami coba kontak rumah sakitnya, tapi ambulansnya tak tersedia. Kami juga coba cari ke puskesmas, tapi belum bisa juga," ucapnya.
"Sementara pihak rumah sakit menyebut ditunggu sampai jam sembilan pagi, kami harus cepat-cepat. Akhirnya nekat saja suami saya dan kakak mengantar ibu dengan menggunakan sepeda motor," tutur Yusnia menambahkan.
Menurut Yusnia, suaminya menyadari betul bahwa apa yang dilakukannya itu berisiko. Tetapi saat itu, keluarganya tak memiliki banyak pilihan. Nenek dari anak-anaknya Yusnia itu harus segera dibawa ke rumah sakit.
"Hasil PCR suami belum keluar juga di puskesmas sudah tiga hari, waswas juga takutnya positif dan bisa menularkan ke yang lain," katanya.
Masalah transportasi pasien ke rumah sakit atau tempat isolasi ini juga pernah dialami Yakub (30). Saat pertama kali terpapar COVID-19, ia terpaksa menumpang ojek online untuk pergi ke tempat isolasi.
"Siapa yang mau mengantar saat itu, mau pakai sepeda motor pusing sekali kepala saya saat itu. Akhirnya saya pesan ojek online," kata Yakub.
"Saya tak bilang, tapi yang jelas saya minimalisasi kontak fisik dengan bapak ojeknya. Saya juga pake masker dua lapis," ujarnya menambahkan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut wilayah Bandung Raya siaga satu. Sebab, dua daerah di Bandung Raya masuk zona merah.
"Wilayah Bandung raya kami nyatakan sedang siaga satu Covid," ujar Kang Emil sapaannya di Makodam III Siliwangi, Jalan Aceh, Kota Bandung, Selasa (15/6/2021).
Emil menuturkan penetapan siaga satu di Bandung Raya ini menyusul adanya dua daerah yang masuk kategori zona merah. Kedua daerah tersebut diketahui merupakan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung. "Wilayah Bandung Raya karena minggu ini dua wilayah besarnya zona merah itu KBB dan Kabupaten Bandung," kata Emil.
Selain itu, Emil juga menyoroti tingkat keterisian rumah sakit di wilayah Bandung Raya. Menurut dia, tingkat keterisian rumah sakit di Bandung Raya di atas standar WHO, 60 persen.
"Kemudian wilayah Bandung raya ini keterisian rumah sakit sudah melebihi standar WHO dan nasional yang di angka 70 persen sementara Bandung raya ini sudah di angka 84,19 persen," tuturnya.