Beragam peristiwa terjadi di Jawa Barat dan Banten hari ini, dari mulai suami tusuk istri siri di Bandung ditangkap polisi hingga kisah tragis ibu hamil di Pandeglang ditandu dan anak kembarnya meninggal dunia.
Suami Tusuk Istri Siri Ditangkap Polisi
Terbakar cemburu dan terpengaruh minuman keras, sebilah pisau dapur, ditusukan RI (36) kepada istri sirinya RM (25) di sisi jalan raya, Margahayu, Kabupaten Bandung. Pelaku menusukan pisau itu hingga korban mengalami luka parah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RI ditangkap personil Satreskrim Polresta Bandung saat bersembunyi di tempat persembunyiannya di Garu. Sebelum menusuk istri sirinya, mereka terlibat cekcok karena RI tidak senang dengan sikap istrinya itu dekat dengan pria lain.
"Pelaku dengan motif cemburu, melihat korban berboncengan dengan laki laki lain. Sehingga pada saat bertemu di jalan dengan temannya, didatangi pelaku, langsung cekcok," Wakapolresta Bandung AKBP Dwi Indra Laksmana di Mapolresta Bandung, hari ini.
Indra menuturkan, tersangka memberhentikan korban ketika berjalan bersama temannya. Ia sempat memukul korban sebelum terlibat cekcok karena masalah cemburunya itu.
Temannya yang menyaksikan perselisihan tersebut mencoba melerai pertengkaran. Namun, bukannya berdamai, RI justru menusuk tubuh korban dengan sebuah pisau dapur.
"Pelaku marah-marah, terus melakukan pemukulan dan melakukan penusukan kepada korban. Sehingga ada luka sobek pada bagian muka dan perut pada korban," kata Indra.
Di pihak lain, RI mengaku kesal karena istri sirinya itu diketahui berselingkuh dengan pria lain. Ia dengan setengah mabuk mendatangi istrinya.
"Karena istri selalu selingkuh di belakang saya pa. Bukan sekali itu juga. Terus saya posisi sedang minum," kata RI.
Akibat perbuatannya tersebut, ia terpaksa mendekam di balik jeruji besi. Ia terancam hukuman penjara selama 5 tahun.
Cerita Pemudik Motor Lintasi Jalur Pantura Subang di Minggu Malam
Jalur Pantura mulai ramai dilintasi pemudik yang menggunakan sepeda motor. Mereka melintas dari arah Jakarta menuju Cirebon Minggu malam.
Kondisi ini terpantau di wilayah Ciasem, Subang, Jawa Barat sekitar pukul 21.00 WIB, Minggu (2/5) lalu.
Rata-rata pemudik melakukan perjalanannya selepas berbuka puasa, sehingga setelah melakukan perjalanan 3 sampai 4 jam. Alasan tak ada kegiatan di wilayah perantauan menjadi pemicu mereka melakukan mudik lebih awal.
"Perjalanan malam lebih enak enggak panas dan enggak macet. Mudik hari ini karena kan saya bukan pekerja kantoran atau PT, kerja perorangan jadi bisa ngatur sendiri kapan mudik," ujar seorang pemudik bermotor, Suryadi saat ditemui ketika menunggu rombongan lainnya yang belum datang.
Suryadi melakukan perjalanan mudiknya dari wilayah Tanjung Priok, Jakarta dengan tujuan Solo, Jawa Tengah secara kelompok. Diperkirakan ia akan sampai di tujuan 9 jam kemudian.
"Tadi lancar enggak ada macet, penyekatan belum ada," katanya.
Meski larangan mudik oleh pemerintah terus di sosialisasikan, namun rindu akan kampung halaman menjadi faktor terbesar para perantau melakukan mudik.
Diperkirakan gelombang pemudik masih akan terus terjadi seiring dengan masih tersisa waktu empat hari jelang pelaksanaan penyekatan oleh petugas.
Keluarga Guru Susan Pasrah soal Hasil Investigasi Komda KIPI
Keluarga Susan Antela (31) guru honorer SMAN 1 Cisolok, Kabupaten Sukabumi mengaku memilih pasrah dengan rangkaian kronologi dan cerita yang disampaikan pihak Komda KIPI Jabar kepada Komnas KIPI.
Yayu (26) adik Susan menyebut rangkaian cerita yang menyebut kakaknya mengeluhkan keburaman mata dan kelemahan anggota gerak setelah 12 jam pascaimuniasi disebutnya kurang tepat.
"Cerita dan kronologinya kurang tepat, dari awal kepada sejumlah media sudah dijelaskan bahkan saksi-saksinya juga banyak. Keluhan dirasakan setelah 15 menit vaksin dilakukan, mulai dari pusing, mual, lemas hingga buram dirasakan saat itu juga masih di lokasi vaksin," kata Yayu melalui sambungan telepon, hari ini.
Yayu saat ini memilih untuk pasrah apapun keterangan yang diberikan oleh pemerintah. Saat ini ia ingin lebih fokus kepada kesembuhan sang kakak hingga bisa kembali mengajar kembali.
"Sekarang mah sudahlah, mereka mau bicara apapun. Kami fokus kepada kesembuhan si teteh saja, rencana sekarang kami berangkat ke Bandung, besok jadwal pemeriksaan di RSHS," ungkapnya.
Yayu juga mempertanyakan sejumlah pihak yang akan memfasilitasi rumah singgah di Bandung. "Disdik Jabar katanya akan mempersiapkan rumah singgah, namun faktanya sampai hari ini kami belum menerima informasi dimana rumah singgahnya," lirih Yayu.
Dalam rentetan wawancara sebelumnya, Susan sempat memberikan keterangan kepada detikcom. Dengan suara bergetar dan terbata-bata ia menceritakan kronologi yang menimpanya.
Yang pertama ditemenin sama Bu Empit, ada efek pusing sama kunang-kunang, istirahat hampir satu jam.
Ketika vaksin kedua reaksinya pusing, mulai sesak sama lemas. Terus kayak gini, tangan kaku. Lelah saat di lokasi vaksin masih ada cahaya, masih kunang-kunang setelah ingat di rumah sakit pelabuhan sudah gelap. Sekarang sudah ada bayangan lagi, bisa membedakan warna," ujar Susan kala itu.
54 Orang Positif Rapid Antigen, Satu Kampung di Cianjur Lockdown
Satu kampung di Kecamatan Cibinong Kabupaten Cianjur Jawa Barat dilockdown usai 54 orang dinyatakan positif berdasarkan hasil test antigen. Ini menjadi lockdown lokal pertama di Cianjur.
Juru Bicara Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Cianjur Yusman Faisal, mengatakan 54 orang warga Kampung Kertajadi Desa Kertajadi Kecamatan Cibinong itu menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing, sambil menunggu hasil swab test PCR.
"Kalau dari antigen sudah positif, tapi kita masih tunggu hasil PCR. Mereka sementara jalani isolasi mandiri, tapi dipantau terus petugas," ujar Yusman, hari ini.
Yusman mengatakan warga yang positif juga sebatas mengalami gejala ringan, seperti hilang penciuman. "Tapi jika harus ada yang dirawat, maka segera dibawa ke rumah sakit," kata dia.
Menurutnya, selama diberlakukan lockdown lokal, tidak diperbolehkan ada yang keluar masuk kampung tersebut. Petugas dari TNI dan Polri pun akan berjaga di setiap akses masuk.
"Jadi tidak boleh ada yang dari luar masuk ke kampung ataupun sebaliknya. Selama. Masa isolasi, kampung tersebut dikarantina," ucapnya.
Dia mengungkapkan Dinkes sudah mengirimkan logistik untuk warga di kampung tersebut, sehingga warga tak perlu khawatir akan kekurangan stok pangan.
"Kemarin sudah kita kirim logistik. Jadi selama lockdown lokal itu, pemerintah yang jamin kebutuhan pangannya," katanya.
Yusman menambahkan lockdown atau karantina lokal tersebut merupakan yang pertama di Cianjur. Menurutnya antisipasi penyebaran akan terus lakukan agar tidak ada lagi kampung atau RT yang dikarantina lokal karena tingginya kasus di sebuah wilayah.
"Ini yang pertama dan diharapkan tidak ada lagi. Kita antisipasi, terutama menghadapi momen lebaran Idul Fitri. Meskipun potensi lonjakan kasus ada, kami upayakan bisa diminimalisir,"pungkasnya.
Ibu Hamil Ditandu Lewati Hutan Pandeglang Berujung Bayi Kembar Meninggal
Enah (39) harus kehilangan bayi kembarnya sewaktu melahirkan. Sebelumnya, Enah berjibaku melewati perjalanan menembus hutan di Pandeglang, Banten. Ia terpaksa ditandu menggunakan sarung dan melewati perjalanan sejauh tiga kilometer karena minimnya akses menuju puskesmas.
Kisahnya bermula saat Enah, warga Kampung Lebakgedong, Kecamatan Sindangresmi, ini merasakan kontraksi saat usia kehamilannya menginjak enam bulan, Sabtu (1/5). Siang harinya, pada pukul 14.00 WIB, Enah dibawa ke puskesmas.
Mengingat akses dari rumah menuju puskesmas itu bukan jalan beraspal, tetangga dan keluarga menandu Enah menggunakan sarung yang diikatkan ke sebatang bambu. Tujuan mereka ke jalan yang bisa dilintasi kendaraan.
Diantar sembilan orang, ibu dua anak ini pun hanya bisa pasrah sembari berharap cemas memikirkan kondisi bayi kembar dalam kandungannya.
"Sekitar jam empat sore itu si ibu udah sampai di puskesmas. Alhamdulillah, langsung ditangani sama bidan," kata Muhtadin, warga setempat yang ikut mengantar Enah ke puskesmas, saat ditemui detikcom di Pandeglang, hari ini.
Takdir berkata lain, bayi itu tak mampu diselamatkan. Hasil diagnosa di puskesmas, saat Enah tiba di puskemas, menyatakan bayi kembar tersebut meninggal akibat kelebihan air ketuban dan kondisi kandungan sang ibu berumur enam bulan.
"Pas ibunya lagi dicek sama bidan, dia minta izin ke kamar mandi. Waktu di kamar mandi keluar anak yang pertama dan meninggal di tempat. Setelah diperiksa lagi sama bidannya, ternyata ada satu bayi lagi. Ternyata sudah tidak bisa tertolong bayinya," ucap Muhtadin.
Enah sempat drop usai mengetahui kondisi bayi kembarnya tak bisa diselamatkan. Setelah ditenangkan oleh keluarga, Enah mampu menerima kondisi pahit tersebut.
Pada pukul 17.30 WIB, bayi kembar malang itu kemudian dibawa pulang untuk dimakamkan. Sementara sang ibu, harus mendapat perawatan di puskesmas dan baru pulang pada esok harinya, Minggu (2/5).
Muhtadin berharap pemerintah bisa turun tangan menyelesaikan persoalan akses di kampungnya yang bertahun-tahun tak pernah tersentuh pembangunan. Ke depan, kata dia, jangan sampai peristiwa tragis ini terulang dan membuat was-was ibu hamil yang mau melahirkan.
"Soalnya udah sering kejadian kayak gini kang, tahun-tahun sebelumnya dulu juga pernah ada bayi bahkan sama ibunya meninggal pas ditandu ke puskesmas. Minimal jangan sampai terjadi lagi bahkan sampai memakan korban jiwa," tutur Muhtadin.