'Sasak Bodas' atau jembatan putih yang berada di Kobak Karim, Desa Kalangsuria, Kecamatan Rengasdengklok, Karawang ini pernah digunakan sebagai jalur logistik di masa kolonial Belanda. Bukan hanya itu, kini jembatan tersebut juga memiliki mitos horor bagi warga.
Jembatan ini masih berdiri kokoh melintasi irigasi, dan selalu di cat dengan warna perak keputih-putihan. Karena warnanya yang putih ini kemudian warga menyebutnya Sasak Bodas (Jembatan putih). Beberapa tulisan 'Sasak Bodas' terekam di beberapa buku sejarah, seperti "History Of Java" dan buku karangan Her Suganda (Sejarawan Jawa Barat).
Menurut Asep Sundapura, Sejarawan Karawang, dan juga penulis buku "Getih Karawang" mengungkapkan, 'Sasak Bodas' diperkirakan di bangun pada tahun 1918, saat kolonial menerapkan tanam paksa di Indonesia, termasuk di Karawang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijaksanaan tanam paksa mulai diberlakukan tahun 1830, dipimpin oleh Gubernur Jenderal Van de Bosch berlangsung hingga tahun 1877, kemudian di Karawang sendiri, dibangun proyek irigasi yaitu bendungan Walahar yang menjamin lancarnya produksi padi di daerah lumbung beras itu.
"Bahkan pabrik-pabrik beras yang dimiliki oleh pengusaha Cina di masa kolonial juga didukung dengan dibangunnya jalan kereta api kecil (kereta leutik) yang menelusuri pedesaan penghasil padi," kata Kang Asep saat diwawancarai di kediamannya, Selasa (20/4/2021).
Dari Karawang, kereta kecil menuju Rengasdengklok dan Lemah Abang Wadas. Jadi dua rangkaian kereta kecil ini bertemu di Lemah Abang Wadas dengan tugas pokok mengangkut beras, dan rakyat juga boleh naik dengan membayar.
"Kini, jembatan ini masih difungsikan oleh masyarakat sekitar untuk jalan kendaraan roda 2 maupun roda 4. Sedangkan bekas jalur kereta api, sekarang sudah beralih fungsi menjadi sawah, dan perumahan penduduk mulai dari Tegalsawah hingga Kalangsari," ungkapnya.
Penduduk setempat menyebut perkampungan tersebut 'Babakan Ngantay' karena memang formasinya beriringan persis seperti kereta. Rumah-rumah yang dibangun pada lahan tersebut, banyak yang sudah permanen walaupun kepemilikan tanah tersebut masih milik PT KAI.
"Secara kasat mata, orang tidak akan percaya kalau jaman dahulu di daerah Rawagede ada jalur kereta dari Karawang ke Rengasdengklok apalagi bagi pendatang," tandasnya.
Sementara itu, di tempat berbeda, Abah Amat yang lahir pada tanggal 12 April tahun 1938, ia menuturkan bahwa pernah menggunakan kereta hingga melewati 'Sasak Bodas'.
"Dulu mah ke Dengklok atau ke Karawang itu hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau naik kereta api saja. Hanya orang-orang yang benar-benar kaya saja pada saat itu yang mempunyai mobil atau motor," kata Abah Amat saat diwawancarai.
Namun, ia juga mengungkapkan bahwa, warga sekitar selalu mendengar suara kereta api, meski jalur kereta sudah tidak ada.
"Kalau sekarang, hanya tersisa cerita mistisnya saja, biasanya dengar suara kereta api tengah malam, padahal jalur keretanya udah gak ada," tandasnya.
(mud/mud)