Sekretaris MUI Pandeglang Ghaffar Al Hatiri menyebut fenomena 'sunat gaib' tidak perlu banyak diperbedatkan. Karena menurut pandangannya, seorang anak lelaki yang sudah disunat baik itu melalui perantara orang lain atau sudah terjadi dengan sendirinya maka telah sah secara hukum agama.
"Itu sudah sah melakukan kewajiban ibadah. Jadi tidak harus dipotong lagi kalau memang seperti itu," kata Ghaffar saat berbincang dengan detikcom di Pandeglang, Banten, Selasa (20/4/2021).
Ghaffar menjelaskan, berdasarkan aturan agama, sunat dilakukan untuk menghilangkan kandungan najis yang tersisa dan menempel di kulit alat kelamin laki-laki. Jika kulitnya sudah terlepas, maka kondisi tersebut tidak bertentangan lagi dengan aturan agama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya kan kalau kencing tidak akan menyisakan lagi kotoran yang mengandung najis. Maka ketika orang yang ada seperti itu, itu tidak harus disunat kembali," ucapnya.
"Jadi dari sisi hukum islam sebenarnya sudah tidak masalah. Kulup (kulit kelamin pria) kan itu harus dibuang, ketika memang sudah tidak ada, apanya yang harus dibuang kembali. Kira-kira begitu," tambahnya.
Terlepas dari itu semua, Ghaffar meminta masyarakat tetap tabayyun dan tidak menghubung-hubungkan fenomena ini dengan hal yang berbau mistis. Baginya, kondisi tersebut masih bisa dijelaskan secara ilmiah dan tidak ada hubungannya dengan hal gaib.
"Belum meyakini kalau soal itu (sunat gaib), harus tabayun dulu, soalnya aneh bin ajaib ada orang sudah disunat oleh hal gaib. Dalam Islam kan orang disunat supaya kulupnya enggak ada, jidak harus dipotong lagi kalau memang seperti itu karena memang sudah ada yg mendahului," pungkasnya.
Lihat juga video 'Begini Strategi Bocah yang Takut Sunat':