Sepeninggal Maulana Hasanuddin, putra pertamanya Maulana Yusuf memegang tampuk kepemimpinan Kesultanan Banten. Ia dikenal sebagai penakluk kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran pada tahun 1579 dalam upaya ekspansi kekuasaan dan penyebaran Islam. Pemimpin ini juga berperan dalam membangun Banten dengan membuat benteng, kanal, perkampungan dan bendungan.
Sejarawan Nina Lubis mencatat ekspansi kekuasaan oleh Maulana Yusuf bahkan masuk ke pedalaman Sunda. Ia dibantu oleh Cirebon hingga kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran benar-benar runtuh dan dikuasai oleh Banten.
"Maulana Yusuf selanjutnya menetapkan batas wilayah kekuasaan antara Banten dan Cirebon, yaitu Sungai Citarum dari muara sampai ke daerah pedalamannya (Cianjur sekarang)," tertulis dalam buku 'Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan Peradaban' yang ditulis Nina Lubis dkk. sebagaimana dikutip detikcom pada Sabtu (16/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dituliskan bahwa masa pemerintahan Maulana Yusuf perkembangan pertanian sawah diperluas hingga ke Serang. Ia juga membuat irigasi, bendungan dan danau buatan yang disebut Tasikardi dengan memanfaatkan aliran sungai Cibanten.
Danau ini bahkan masih ada hingga sekarang meskipun sering kering saat kemarau. Di tengah-tengah danau ada sebuah pulau kecil disebut Kapuntren. Danau ini selain untuk pemenuhan kebutuhan air juga dijadikan tempat wisata oleh keluarga dari sultan.
Bagian bawah danau memiliki saluran pipa terbuat dari terakota dan dialirkan ke tempat pengendapan air yang disebut pangindelan abang dan pangindelan putih, pangindelan emas. Tempat ini berfungsi untuk menyaring air menggunakan tekhnik pengendapan dan penyaringan dengan pasir dan ijuk.
![]() |
Mengutip dari Halwany Michrob dan A Mudjahid Chudori dalam 'Catatan Masa Lalu Banten', digambarkan bahwa semasa kepemimpinan Maulana Yusuf, Banten dianggap sebagai kota perdagangan pelabuhan. Di sini barang dagangan dari penjuru dunia digudangkan dan didistribusikan kembali ke berbagai belahan nusantara dan luar negeri.
Pedagang dari Cina banyak membeli barang berupa lada, nila, kayu cendana, cengeh, hingga buah pala. Tentunya, mereka membawa barang berupa porselen, sutra, beludru, benang emas dan aneka barang lain dari daratannya untuk dijual di Banten.
Ada juga pedagang dari Arab dan Persia yang menjual permata dan obat-obatan di pelabuhan. Dari Gujarat ada yang menjual kain dan kapas. Termasuk ada dari bangsa Portugis yang membawa kain-kain Eropa dan India.
"Pemukiman khusus untuk pedagang asing ini ditentukan pula. Kampung Pekojan umpanya untuk para pedagang Arab, Gujart, Mesir, dan Turki, yang terletat di sebelah barat Pasar Karangantu. Kampung Pecinaan untuk para pedagang Cina yang terletak di sebelah Masjid Agung Banten," tulisnya.
Maulana Yusuf meninggal pada tahun 1580 dan dimakamkan di Kampung Kasunyatan. Ia dikenal dengan sebutan Pangeran Penembangan Pekalangan Gede atau Pangerang Pasarean.
Kelak anaknya yang bernama Maulana Muhammad yang waktu ayahnya meninggal masih berumur 9 tahun, menggantikan peran sebagai raja Kesultanan Banten. Ia dikenal dengan Prabu Seda ing Palembang karena meninggal dalam sebuah pertempuran di Palembang dan akan dituliskan di artikel detikcom selanjutnya.
(ern/ern)