RNN menangis tak henti-henti saat hendak dimasukkan ke dalam mobil tahanan. Perempuan yang berstatus tersangka kasus dugaan korupsi revitalisasi Pasar Leles, Kabupaten Garut itu dijebloskan ke penjara usai ditetapkan sebagai tersangka.
Selain RNN, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat juga turut menjebloskan dua tersangka lainnya yakni ARA dan PF selalu ASN di Kabupaten Garut. Mereka bertiga dijebloskan Jaksa ke penjara usai menjalani serangkaian pemeriksaan sebagai tersangka di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Kamis (25/3/2021).
RNN menangis tersedu-sedu sambil sesekali teriak saat dibawa turun oleh petugas perempuan Kejati Jabar. Perempuan berjilbab yang mengenakan rompi tahanan Kejati berwarna merah itu terus menangis meski sudah masuk ke mobil tahanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan di dalam mobil, tangisan RNN tak berhenti. Dia bahkan sesekali terjatuh saat petugas membopongnya. Di dalam mobil tahanan pun, RNN duduk di lantai mobil sambil kepalanya menunduk ke bangku mobil tahanan. Tangisan dia tak berhenti.
Dalam perkara ini, RNN diketahui merupakan Direktur CV Trs. Sedangkan ARA merupakan rekanan RNN. Sementara PF merupakan ASN yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) yang bertugas mengawal revitalisasi pasar.
"Mereka kita titipkan di Rutan Polrestabes Bandung," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar Riyono.
Perkara ini bermula di tahun 2018. Saat itu, Pemkab Garut melanjutkan program revitalisasi pasar-pasar di Garut. Program ini sudah ada sejak tahun 2014.
Di tahun itu juga, Pasar Leles kebagian jadwal untuk direvitalisasi. Dengan pagu anggaran sebesar Rp 30 miliar, Pemkab Garut membuka proses lelang di tahun berikutnya dengan nilai anggaran Rp 25 miliar.
"Tiga kali proses lelang gagal karena seluruh peserta lelang tidak memenuhi persyaratan lelang, sehingga lelang dinyatakan gagal," ujar Plt Kasipenkum Kejati Jabar Armansyah Lubis.
Proses lelang kemudian dilanjutkan untuk keempat kalinya. Namun dalam lelang yang keempat ini hanya untuk pekerjaan struktur dan pembuatan pasar darurat dengan nilai anggaran Rp 16 miliar lebih.
Di saat itulah, RNN yang merupakan Direktur dari CV Trs berniat mengikuti proses lelang. Namun karena perusahaannya tak memenuhi persyaratan kualifikasi, RNN mengajak rekanannya ARA untuk ikut proses lelang dengan meminjam perusahaan PT UTS.
Setelah berhasil meminjam, ARA membagi tugas guna memenangkan proses lelang. RNN bertugas menyiapkan dokumen penawaran berupa RAB, tim personel inti, surat dukungan dan lainnya. Sementara ARA menyiapkan berkas perusahaan PT UTS dan menyiapkan biaya pembuatan dokumen penawaran.
"Bahwa dalam pembuatan dokumen penawaran atas nama PT. UTS, tersangka RNN menyiapkan dan memasukkan beberapa dokumen yang tidak benar ke dalam dokumen penawaran hanya untuk memenuhi persyaratan lelang dengan tujuan agar PT. UTS memenangkan lelang. Selanjutnya tersangka RNN juga menyiapkan dokumen-dokumen yang tidak benar itu untuk digunakan dalam tahapan klarifikasi dan pembuktian kualifikasi pada proses lelang tersebut, sehingga akhirnya PT. UTS ditetapkan sebagai pemenang lelang," tutur Armansyah.
Keduanya kemudian membuat komitmen membagi keuntungan usai proyek selesai. Di samping itu, ARA juga menandatangani kontrak dengan PF dengan nilai kontrak Rp 15 miliar.
Namun dalam perjalanannya usai menandatangani kontrak, ARA selaku kuasa direksi PT UTS tidak menggunakan orang-orang yang memiliki keahlian konstruksi dan tidak masuk sebagai tim personel inti sesuai kontrak saat pengerjaan proyek tersebut.
"Serta dalam pelaksanaan pekerjaan mengacu pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disiapkan oleh tersangka ARA dengan nilai jauh di bawah nilai RAB dalam kontrak dengan PPK," kata dia.
Atas dasar itu, berdasarkan ahli teknik dari UGM, pengerjaan yang dilakukan oleh RNN dan ARA mengakibatkan hasil pekerjaan mengalami penurunan kualitas.
"Tersangka PF selaku PPK membiarkan tersangka ARA dalam melaksanakan pekerjaan menggunakan orang-orang yang tidak memiliki keahlian konstruksi dan tidak tercantum sebagai tim personil inti dalam kontrak," kata dia.
Dalam proses pembayaran pun, kata Armansyah, PF bekerja sama dengan ARA sehingga PF melakukan pembayaran yang tidak semestinya dibayarkan karena bukan prestasi pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp 1,9 miliar.
Nilai Rp 1,9 miliar itu pun disebut sebagai kerugian negara dalam perkara ini. Namun dalam perjalanannya, sudah ada pengembalian sebesar Rp 600 juta yang dikembalikan oleh RNM. Sehingga masih ada selisih Rp 1,3 miliar yang belum dibayarkan.
"Bahwa kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,3 miliar dinikmati antara lain oleh tersangka ARA dan tersangka RNN," katanya.
Untuk pasal yang disangkakan, ARA dan PF dikenakan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No. 20/2001jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan RNN dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No. 20/2001jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No. 20/2001 jo Pasal 56 ke-1, ke-2 KUHP, Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/ 1999 jo UU No. 20/2001 jo Pasal 56 ke-1, ke-2 KUHP.