Sejumlah warga di Kampung Marinjung, Desa Karangpapak Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi mendatangi kandang sapi di perkampungan mereka. Menurut mereka kandang tersebut diduga menjadi penyebab pencemaran aliran sungai di kampung tersebut.
Warga ingin melihat langsung kondisi pembuangan kotoran yang bersumber kandang sapi di tempat tersebut, warga sempat terlibat perdebatan dengan salah seorang anggota kelompok tani yang mengelola kandang.
"Kedatangan saya ke sini ingin melihat sejauh mana perizinannya, karena sejak pembikinan hingga kandang ini kok belum ada sih izin dari lingkungan dari warga setempat. Yang terutama dikhawatirkan dampaknya," kata Panpan, warga setempat kepada awak media, Jumat (19/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panpan mengaku putranya mengalami gatal-gatal sejak kandang sapi itu beroperasi, menurut dugaannya hal itu setelah anaknya bermain di aliran sungai yang terdampak limbah kotoran sapi.
"Malah anak saya pun terkena dampak itu, bintik-bintik di paha di badan. Keinginan saya hanya itu, ingin dibenahi kotoran disini jangan sampai air mengalir ke aliran sungai yang kita pakai yang warga pakai. Kondisi ini sudah tiga bulan dibangun (peternakan)," lanjut Panpan.
Sementara itu, Robi Farid salah seorang anggota kelompok tani membenarkan kotoran dari sapi itu memang sengaja dibuat untuk pupuk organik. Ia juga mengatakan pohaknya sudah semaksimal mungkin mengantisipasi adanya pencemaran.
"Sejauh ini kami dari kelompok tani, karena tujuannya mengolah pupuk organik seminimal mungkin kami mengantisipasi pencemaran lingkungan, baik itu kotoran cair maupun padatya," kata Robi.
"Untuk sementara warga memang belum ada laporan (terutama) warga terdekat dengan kandang kami. Sudah tiga bulan (keberadaan kandang), ini program dari kementan di dalam kandang ada 8 ekor sapi kategori sapi pedaging dan kita ternak. Kalau besar kita potong beli lagi yang kecil," sambungnya.
Terkait keluhan warga, Robi memastikan pihaknya telah optimal mengelola limbah kotoran sapi tersebut. Bahkan tudingan pencemaran yang dikeluhkan warga menurutnya hanya tinggal dibuktikan. Kandang itu dikelola oleh 22 orang anggota kelompok tani Cidaden Girang, dengan nilai bantuan sebesar Rp 200 juta.
"Boleh-boleh saja ada keluhan seperti itu tapi perlu dibuktikan secara faktanya, karena saya juga menggunakan air yang warga juga gunakan. Sementara tidak ada masalah yang ada di kandang sini. rincinya kita buktikan dengan tes kadar air dan sebagainya (oleh) ahli limbah," pungkasmya.
(sya/mud)