Harga kedelai impor naik dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi demikian membuat perajin tempe kelimpungan menyiasatinya agar tetap bisa produksi.
Salah satunya Maduri (63), perajin tempe asal Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat. Maduri mengeluhkan kenaikan harga kedelai impor.
"Naiknya bertahap. Ya sudah tiga bulanan. Awalnya Rp 6.500 per kilogram, sekarang sudah Rp 9.500 per kilogramnya untuk kedelai yang impor ini," kata Maduri saat berbincang bersama detikcom di rumah usahanya, Selasa (5/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maduri mengaku tak bisa menaikkan harga jual tempe hasil produksinya. Ia khawatir ditinggalkan konsumennya. Dia menyiasatinya dengan mengurangi ukuran bungkus tempenya.
"Sedikit-sedikit kita kurangi. Ya walaupun untungnya berkurang. Yang penting bisa tetap produksi. Kalau menaikkan harga sulitnya untuk di sini mah, jadi kita hanya mengurangi sedikit ukurannya," kata Maduri.
Maduri memulai menjadi perajin tempe sejak 1970. Saat itu harga kedelai masih berkisar Rp 100 per kilogramnya. "Zaman itu masih bisa pakai kedelai lokal. Sekitar 1978 itu sudah mulai pakai kedelai impor," tuturnya.
Menurut dia, kedelai lokal kualitasnya kurang bagus untuk bahan baku tempe. Maduri bergantung dengan kedelai impor. Ia berharap pemerintah bisa mencari solusi atas lonjakan harga kedelai impor saat ini.
"Kita sehari produksi sekitar satu kuintal kedelai. Harga tempe yang dijual tetap, ada yang Rp 77 ribu, Rp 55 ribu, dan Rp 5.000, tergantung ukurannya," ujar Maduri.
(bbn/bbn)