Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar segera menerbitkan izin penggunaan dalam keadaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19.
Pihaknya berharap, agar vaksinasi bisa dimulai diawal tahun 2021 mendatang. Tidak hanya itu, pemerintah juga diminta memberikan transparansi yang terukur terkait vaksinisasi agar tidak membuat masyarakat bingung.
Menurutnya, percepatan menerbitkan izin darurat penggunaan ini layak dilakukan BPOM karena sudah mendekati awal tahun 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BPOM harus segera mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat vaksin impor pada Januari 2021. Sementara Bio Farma dan Kemen-BUMN harus segera memastikan pasokan vaksin pada 10 hari terakhir 2020 ini," kata Farhan dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (21/12/2020).
Farhan juga, menyinggung soal Kemenkes yang masih belum memberi kejelasan dalam keamanan dan kenyamanan publik dalam menerima vaksinasi. Ia menilai, keterangan Jokowi yang memastikan vaksinasi dimulai 2021 sebagai bentuk respon gejolak masyarakat layak diapresiasi. Terlebih, tanggapan cepat Presiden terhadap suara masyarakat yang ingin vaksinasi digratiskan dan tidak dikaitkan dengan keanggotaan BPJS.
"Pernyataan Presiden artinya ada akselarasi dan perubahan signifikan dari kebijakan - kebijakan kementerian dan lembaga negara yang mendapat tugas penanganan pandemik ini, yang rasanya bertele - tele dan tidak gercep (gerak cepat)," ungkapnya.
Seperti diketahui, rencananya sebanyak 75 juta warga Indonesia diminta untuk divaksinasi dengan biaya sendiri dan 104 juta orang direncanakan akan gratis dengan syarat terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
"Kemenkes harus mengeluarkan sebuah skema baru vaksinasi COVID-19 yang tadinya hanya gratis untuk 25 juta penerima, sedangkan mandiri untuk 75 juta. Sekaligus kita berharap Kemenkeu dan Kemendag menyiapkan jalur impor khusus bagi jutaan dosis vaksin yang akan disuntikan ke jutaan orang mulai Januari 2021," ucapnya.
Selain itu, data kependudukan masyarakat harus sudah diperbaharui. Hal itu bertujuan untuk efisiensi penerimaan vaksinasi. "Kita nantikan siapa saja yang masuk prioritas penerima vaksin yang ditentukan oleh Kemenkes dengan bantuan data Dukcapil Kepmendagri dan BPS," tambahnya.
Menurutnya, para pembantu Presiden untuk tidak setengah-setengah merealisasikan kesiapan vaksinasi. Jangan sampai, janji Jokowi untuk vaksinasi warga dimulai Januari terhenti akibat perdebatan atau kelalaian internal pembantu Jokowi.
"Kita rasanya seperti mendapat harapan dari ketegasan dan kecepatan Presiden merespon situasi. Tapi kita punya pertanyaan besar dan harapan-harapan yang belum terjawab oleh Kementerian dan Lembaga Negara pembantu Presiden," terangnya.
"Pernyataan Presiden beberapa waktu lalu adalah sebuah narasi besar dari pemerintah, tetapi tidak ada transparansi dari kementerian dan lembaga negara yang kita harapkan mewujudkan perintah kepala negara. Dengan berat hati kita mencoba realistis saja, Pemerintah tidak ada transparansi, hanya punya narasi soal vaksinasi," tambahnya.
Sebagaimana diketahui,pemerintah Indonesia menetapkan enam jenis vaksin yang akan digunakan dalam program vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Enam jenis vaksin itu diproduksi oleh enam lembaga berbeda, yaitu PT Biofarma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer-BioNtech dan Sinovac Biotech.
Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Keputusan ini ditandatangani Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada Kamis 3 Desember 2020. Berdasarkan SK Menkes tersebut, vaksin COVID-19 akan bisa dipakai setelah mendapatkan izin edar atau persetujuan penggunaan pada masa darurat dari BPOM.
(wip/mso)