Angka penambahan kasus baru COVID-19 di Jawa Barat (Jabar) melambung belakangan ini. Pada Kamis (3/12), tambahan angka kasus COVID-19 di Jabar menyentuh angka 1.648 dalam satu hari. Angka tersebut merupakan yang tertinggi selama pandemi, setelah sebelumnya terjadi pada Juli dengan 965 kasus dalam satu hari, usai ditemukannya klaster Secapa AD.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, ledakan angka tersebut tidak terjadi dalam satu hari. Tetapi merupakan akumulasi data dari kasus lama yang baru terlaporkan di tingkat pusat.
"Memang ada isu-isu ya, seperti kemarin Jawa Barat 1.600-an kasus, padahal itu 1.000 kasusnya adalah kasus lama yang baru diumumkan kemarin, jadi bukan ledakan di satu hari. Hal-hal itu masih mengemuka dan terus minta kita sempurnakan pada pemerintah pusat," ujar Ridwan Kamil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (4/12/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, pun mengakui masalah pelaporan data ini tak hanya dialami Jabar, tetapi Jawa Tengah pun mengalami nasib yang serupa. Terkadang data yang ditampilkan oleh pusat, provinsi dan daerah berbeda-beda, baik dari penambahan kasus baru hingga jumlah pasien aktif yang dirawat atau menjalani isolasi.
"Semua masalah data tidak hanya di Jabar, Jateng sama. Jadi menginput data positif itu harus dua kali, waktu daftar di-swab satu (kali), prosedur seharusnya kan tinggal otomatisasi positif/negatif, tapi di sistem all new record mewajibkan kita mengetik lagi, proses yang kedua ini tidak selalu otomatis. Saya saksikan di Depok, diunggah (upload) 100 mental, ada juga yang dilaporkan 100 lancar, tapi besoknya tidak diumumkan 100," ujar Kang Emil.
"Poinnya kami mengetahui permasalahan itu. Hanya kan harus dua arah makanya kami tadi statement saya, satu hal kalau diminta apa yang menjadi aspirasi daerah, pengumuman data, input data, itu mudah-mudahan pemerintah pusat bisa menyempurnakan sistem server di all new records, saya kira itu," katanya.
Dari dokumen file Alur Data COVID-19 Provinsi Jawa Barat yang diunggah detikcom dari laman Bappeda Jabar, salah satu hal yang melatari perbedaan jumlah data itu dikarenakan ada jeda waktu keluar hasil lab dengan pelaporan data positif di jubir Kementerian Kesehatan, sehingga data antara kabupaten/kota dengan provinsi atau pusat berbeda.
Contohnya mengenai jumlah kasus pasien aktif COVID-19 di Jabar yang ditampilkan dalam laman Pikobar, berbeda dengan aplikasi COVID-19 Pusicov Kota Bandung.
Pada 4 Desember, data pasien yang aktif di Kota Bandung berjumlah 1.137 versi Pikobar, sementara data yang ditampilkan Pusicov sebesar 641 pasien aktif. Terdapat selisih hampir 500 orang pasien aktif.
Begitu pun selisih jumlah total kasus terkonfirmasi, laman Pikobar menampilkan 4.526 kasus di Kota Bandung, sementara laman Pusicov menampilkan angka 3.942 untuk seluruh kasus COVID-19. Selisihnya hampir 600 kasus.
"Dashboard All New Record belum begitu mudah untuk mengambil / menarik data (masih bercampur dengan data wilayah lain)" seperti dikutip detikcom dari dokumen tersebut.
Dari alur yang dilihat, data positif COVID-19 di tingkat provinsi menyesuaikan dengan data yang diumumkan oleh Jubir Kemenkes. Sementara, kabupaten/kota menginput tambahan data tersebut langsung ke Kemenkes melalui aplikasi All New Record.
Walau begitu ada kendala dalam hal pelaksanaan pelaporan melalui All New Record ini,meski hampir semua fasyankes memiliki akun untuk melaporkan langsung ke dalam aplikasi tersebut. "Belum semua faskes rutin/tertib mengisi, tidak bisa akses, data hilang, kesulitan menginput, data tidak lengkap, kesulitan dalam menarik data," tertulis dalam dokumen tersebut.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Berli Hamdani mengatakan sistem pelaporan kasus COVID-19 belum optimal, kendati begitu ia berharap sistem ini bisa lebih disempurnakan kembali.
"Karena kami sedang cleansing data-data lama, termasuk lab dan RS swasta, karena sistem belum optimal," ujarnya.