Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Muhammad Fadel mengakui jika waktu disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak tepat. Ia pun menyorot minimnya sosialisasi UU yang telah disahkan DPR RI pada 5 Oktober.
"Sesuatu produk yang sebenarnya menguntungkan bagi bangsa kita, hanya timing (disahkannya) tidak tepat. Di saat kepercayaan pemerintah dan rakyat dalam keadaan susah, berkaca dari pengalaman saya menjadi gubernur, kalau rakyat tidak suka dan suasananya enggak bagus, apa saja yang kita bilang ditolak dan apa yang kita bikin dicerca," ujar Fadel usai menghadiri Kongres Sunda di Perpustakaan Ajip Rosidi, di Bandung.
Fadel mengatakan, sedianya pemerintah pusat dan DPR RI tak perlu buru-buru dalam mengesahkan Omnibus Law. Toh, investasi dalam jumlah yang besar juga tak akan ujug-ujug datang begitu UU Cipta Kerja ini disahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bisa menunggu dua bulan lagi, kita bikin yang rapi lalu dikeluarkan. Ini terburu-buru sampai banyak korban, banyak anak-anak ikut demo dan sebagainya, produknya (Omnibus Law) tidak jelek," katanya.
"Saya kira (Omnibus Law) ini banyak kegunaannya, hanya timing yang kurang tepat, terkesan terburu-terburu. Beberapa perguruan tinggi mengkritik, kita harusnya sosialisasi dulu, coba kita pilih 10 perguruan tinggi, sosialisasi baru setelah itu kita sahkan ke DPR," kata mantan Gubernur Gorontalo tersebut
Ia menyarankan agar semua pihak bisa duduk kembali dan melihat pasal-pasal mana saja dalam UU tersebut yang perlu diperbaiki, berikut merangkul perguruan tinggi untuk memasyarakatkan UU tersebut.
"Tak perlu terburu-buru dalam dua bulan kita tidak bisa mengharapkan tiba-tiba ada investasi yang luar biasa, menurut saya baru pertengahan tahun kuartal ke dua tahun depan baru membaiklah (situasinya," kata Fadel.
(yum/mso)