Omnibus Law Disahkan, IPO: Pemerintah-DPR Tak Miliki Sense of Crisis

Omnibus Law Disahkan, IPO: Pemerintah-DPR Tak Miliki Sense of Crisis

Yudha Maulana - detikNews
Jumat, 09 Okt 2020 14:52 WIB
Demo tolak Omnibus Law di Kota Bandung.
Foto: Demo tolak Omnibus Law di Bandung (Yudha Maulana/detikcom).
Bandung -

Frasa sense of crisis mendadak menjadi sorotan ketika Presiden Joko Widodo menyinggung kebijakan kabinetnya di tengah pandemi COVID-19. Lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) menilai, pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi bukti ucapan presiden tersebut.

"Pengesahan RUU Ciptaker menandai pemerintah dan DPR tak miliki sense of crisis, padahal sebelumnya presiden sendiri mengeluhkan terkait itu. Sejak awal publik sudah terlihat menolak RUU Ciptaker, bahkan sempat ditunda pembahasan. Tetapi pemerintah tidak sabar, dan inilah risiko ketika publik diabaikan," kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah kepada detikcom, Jumat (9/10/2020).

Sebelumnya DPR RI dan pemerintah pusat telah mengesahkan RUU Ciptaker dan klaster lainnya menjadi UU pada Senin (5/10) malam. Kebijakan itu memancing reaksi dari publik dengan melancarkan gelombang demonstrasi serentak yang masif di berbagai daerah, termasuk ibu kota.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Presiden seharusnya memahami kondisi ini dan tidak memancing gerakan publik yang lebih besar, semestinya presiden belajar dari pengesahan UU KPK yang juga menelan korban jiwa karena aksi penolakan publik," tuturnya.

"Reaksi warga negara atas kebijakan pemerintah menjadi beban pemerintah, sehingga kerusakan sebagai akibat aksi massa tetap menjadi tanggungjawab presiden. Meskipun sangat disayangkan, tetapi reaksi publik muncul karena dipicu kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Dedi mengatakan, melihat reaksi masyarakat, sedianya Jokowi harus segera mengambil sikap yang pro rakyat secara umum. Bila dibiarkan, hal itu bisa mengancam posisi kepresidenan.

"Jangan sampai geliat massa menjadi ajang bagi kelompok tertentu untuk menurunkan Jokowi dari kursi kepresidenan. Untuk itu perlu kebijaksanaan dari presiden sendiri untuk tidak memancing kegaduhan nasional," tuturnya.

Ia melihat pengesahan UU Ciptaker ini memiliki dua persoalan yang penting, Pertama jika UU tersebut ditujukan untuk menarik investasi, seharusnya dipersiapkan pertimbangan yang matang karena saat ini dunia tengah menghadapi pandemi global.

"Ada potensi arah dan model ekonomi berubah, sehingga muncul kemungkinan UU Ciptaker tidak lagi relevan saat pandemi berakhir, padahal UU seharusnya visioner atau berjangka panjang," katanya.

"Kedua, UU Ciptaker minim pelibatan publik, sehingga kepentingan-kepentingan publik dapat terakomodir, dan itu tentu persoalan serius. Tanpa ada pelibatan publik, hanya akan menuai penolakan karena UU dianggap tidak berpihak," ujarnya.

Tonton video 'Titik-titik Demo Ricuh Tolak UU Cipta Kerja di Indonesia':

[Gambas:Video 20detik]



(yum/mso)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads