Bandung -
Tim Riset Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan peringatan akan kemungkinannya terjadi potensi tsunami. Tsunami diperkirakan terjadi di sepanjang pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Peneliti ITB Sri Widiyantoro menjelaskan tinggi tsunami dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur, dengan tinggi maksimum rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai selatan Jawa jika terjadi secara bersamaan. Menurut Sri, riset tersebut berdasarkan hasil pengolahan data gempa yang tercatat oleh stasiun pengamat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan data Global Positioning System (GPS).
Diperoleh indikasi adanya zona dengan aktivitas kegempaan yang relatif rendah terhadap sekitarnya, yang disebut sebagai seismic gap, di selatan Pulau Jawa. "Seismic gap ini berpotensi sebagai sumber gempa besar (megathrust) pada masa mendatang. Untuk menilai bahaya inundasi, pemodelan tsunami dilakukan berdasarkan beberapa skenario gempa besar di sepanjang segmen megathrust di selatan Pulau Jawa. Skenario terburuk, yaitu jika segmen-segmen megathrust di sepanjang Jawa pecah secara bersamaan," kata Sri saat dihubungi detikcom, Kamis (24/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Riset ini sekaligus menjawab seismic gap di sepanjang Jawa dengan total populasi lebih dari 150 juta orang yang sebelumnya masih kurang dipelajari secara intensif. Daerah-daerah di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, misalnya Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Pacitan, dan Banyuwangi yang telah berkembang pesat belakangan ini, rentan terhadap ancaman gempa besar dan tsunami destruktif.
Sebagaimana terjadi pada 1994 dan 2006 yaitu gempa yang menimbulkan tsunami (gempa tsunamigenik) dengan magnitudo momen 8 terjadi di selatan Banyuwangi (Mw 7,8) dan Pangandaran (Mw 7,7). Tsunami yang ditimbulkan oleh kedua gempa ini menewaskan hampir 1.000 orang di kedua tempat tersebut.
"Tidak adanya gempa bumi besar (Mw > 8) dalam beberapa ratus terakhir tahun ini mengindikasikan bahwa gempa tsunamigenik yang dahsyat di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa merupakan ancaman yang harus diwaspadai," ujar Sri.
Simak juga video 'Panduan Kesiapsiagaan dan Evakuasi Hadapi Bencana di Tengah Pandemi':
[Gambas:Video 20detik]
Sri mengatakan riset tersebut telah dilakukan sejak awal 2019. Mereka menggunakan data gempa dari BMKG dan ISC mulai April 2009 hinga November 2018 untuk mempelajari potensi gempa megathrust dan tsunami di selatan Jawa.
"Selain analisis data seismik (gempa), kami juga memanfaatkan data GPS dari 37 stasiun yang dipasang di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama 6 tahun untuk mempelajari sumber gempa di masa mendatang," ucap Sri.
"Hasil pemodelan tsunami yang telah dilakukan dalam studi ini dengan menggunakan sumber gempa yang diturunkan dari data GPS, yaitu model interplate coupling, menunjukkan skenario terburuk di mana sumber tsunami di lepas pantai selatan Pulau Jawa semuanya pecah secara bersama-sama. Menghasilkan tinggi tsunami hingga 20,2 meter di Jawa Barat dan 11,7 meter di Jawa Timur," tutur Sri menambahkan.
Dia menegaskan hasil riset ini bukan menunjukkan kapan terjadinya megathrust, tetapi untuk menunjukkan kesiapsiagaan. "Intinya hasil riset ini lebih untuk kesiapsiagaan bukan untuk prediksi. Kalau kapan gempa akan terjadi itu para ahli belum bisa memprediksinya," ujarnya.
"Hasil ini mendukung seruan untuk penguatan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia (InaTEWS), terutama di Jawa yang berpenduduk terpadat di Indonesia guna membantu melindungi penduduk yang tinggal di wilayah pesisir," ucap Sri.
Sekadar diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta BMKG memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai daerah rawan bencana. Jokowi juga meminta BMKG bicara apa adanya terkait potensi gempa dan megathrust di wilayah Indonesia.
"Kita harus secara besar-besaran memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa daerah kita memang rawan bencana. Harus intensif, baik itu kepada anak-anak kita di SD, SMP, SMA, di perguruan tinggi, sampaikan juga apa adanya. Seperti kemarin agak ramai potensi megathrust. Sampaikan apa adanya, memang ada potensi kok," kata Jokowi saat membuka Rakornas BMKG di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa 23 Juli 2019.
Jokowi mengatakan penyampaian yang apa adanya bukan bermaksud untuk meresahkan warga. Menurut dia, penyampaian yang apa adanya dari BMKG terkait potensi gempa dan megathrust untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada.
"Bukan meresahkan. Sampaikan dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Itu edukasi, memberikan pelajaran kepada masyarakat. Lama-lama kita akan terbiasa. Seperti di Jepang yang kita lihat, kalau ada gempa, sirene nggak bunyi, tenang-tenang saja. Tapi begitu sirene bunyi, larinya ke mana, arahnya ke mana, sudah jelas semuanya," tutur Jokowi.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini