Bersepeda menjadi olahraga alternatif saat penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Imbasnya, toko sepeda kebanjiran order. Jalur gowes favorit di pusat kota hingga pelosok ramai pesepeda.
Tak hanya itu, tren bersepeda rupanya berdampak positif bagi pengepul rongsok, khususnya rongsok besi, seperti rangka sepeda dan lainnya. Seperti yang dirasakan Sanudi Rahul, pengepul rongsok asal Desa Panguragan Kulon, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon.
Kediaman Sanudi diserbu para perakit sepeda, atau pecinta sepeda custom seperti minion dan lipat. Tak hanya dari Cirebon, pembeli sepeda bekas atau rongsok itu berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak yang datang, dari Bandung, Karawang, Jakarta dan lainnya. Ada yang beli (rongsokan sepeda) buat dimodifikasi, ada yang buat dijual kembali. Macam-macam," kata Sanudi saat ditemui detikcom di kediamannya, Senin (24/8/2020).
Sanudi mengaku sempat kaget saat belasan rongsok sepeda mini atau minion diborong salah seorang pembeli asal Karawang. "Kemarin-kemarin baru ada yang beli dari Karawang, sekitar 15 rangka sepeda mini. Mereka cuma mengambil rangkanya saja," katanya.
Sanudi mengatakan penjualan sepeda rongsok mengalami peningkatan saat pandemi. Terutama saat tren bersepeda meningkat. Sebelum pandemi, Sanudi mengaku penjualan sepeda rongsok hanya mencapai tiga sampai lima unit per harinya. "Sekarang bisa 15 hingga 20 unit per hari," kata Sanudi.
Harga jual sepeda rongsok pun naik, selaras dengan meningkatnya permintaan. "Dulu sebelum ramai saya jual rangka (sepeda mini) Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu. Sekarang harganya sudah naik bisa Rp 200 sampai Rp 250 ribu per rangka," katanya.
Pria yang sudah 10 tahun menjadi pengepul sepeda rongsok itu mengaku bersyukur. Sebab, Sanudi mendapatkan keuntungan hingga jutaan rupiah setiap bulannya. "Bisa sampai Rp 8 juta untungnya. Ini perkiraan kasarnya, modal sekitar Rp 2 jutaan," ujarnya.
(mso/mso)