Cerita Pemilik Panti Pijat di Bandung yang Tutup 5 Bulan karena COVID-19

Cerita Pemilik Panti Pijat di Bandung yang Tutup 5 Bulan karena COVID-19

WIsma Putra - detikNews
Kamis, 23 Jul 2020 16:53 WIB
Close-up of female hands doing foot massage
Foto: iStock
Bandung -

Lima bulan tutup, pengusaha pijat tradisional di Bandung mengeluh dampak ekonomi yang dirasakan. Tak sedikit pengusaha banting stir dan karyawan dirumahkan karena tidak mampu membayar gaji.

Hal tersebut dikatakan, Yafet salah satu pengusaha pijat tradisional di Kota Bandung. "Harapan kita agar kita diperhatikan, kita juga sama-sama masyarakat Bandung. Memang kita ini bergerak di industri hiburan perkotaan, memang industri perkotaan ini sedikit dikesampingkan karena stigma yang ada, tapi kita berharap segera dibuka," kata Yafet di Bandung, Kamis (23/7/2020).

Yafet mengatakan imbas tutupnya tempat usahanya ia rugi banyak karena tetap harus membayar uang sewa tempat usaha.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dampak yang terasa ya dampak ekonomi, dari pengusaha itu biaya sewa yang tidak bisa ditunda. Kedua, biaya operasional dikarenakan ada beberapa tempat punya rasa kasihan kepada karyawannya, walaupun mereka tidak punya omzet mereka tetap memberikan mungkin setengah gaji pokok," terangnya.

Menurutnya masyarakat sekitar tempat pijat juga ikut terdampak. "Ketiga pekerja itu, tidak hanya dari karyawan saja, tapi juga dari pemijat tradisional juga, karena mereka nol income nya sedangkan tanggungan mereka banyak sekali untuk keluarganya. Keempat, orang sekitar yang usaha kecil di sekitar tempat panti pijat atau spa seperti tukang kopi, parkir, scurity," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Yafet menyebut, di tempat pijat tradisional miliknya ada 20 karyawan, semuanya dirumahkan, meski begitu 10 di antaranya masih digaji.

"Di tempat saya ada 20 pekerja, rata-rata dirumahkan untuk terapis, yang masih bertahan OB dan kasir dua. Mereka kita kasih tergantung ada yang setengah gaji atau seperempatnya. Karena kita pemilik usaha nol income," ucapnya.

Pihaknya juga sempat menganjurkan kepada para karyawannya untuk mencari pekerjaan lain, namun di saat pandemi COVID-19 ini mereka juga kesulitan.

Selain itu, Yafet juga sempat berjualan sandal namun gagal, karena tidak laku.

"Saya sempat berusaha jualan sandal karena agar bisa bergerak terus, tapi enggak bisa berjalan karena pandemi ini, apalagi sandal bukan kebutuhan pokok," katanya.

Dari informasi Yafet, saat ini ada sekitar 130 panti pijat tradisional dan spa terdampak. Selain itu, ribuan karyawannya juga ikut terdampak.

Yafet membandingkan, tempat usahanya dengan pasar yang kebersihan jauh terjaga. Selain itu, pihaknya juga berkomitmen untuk menjaga protokol kesehatan.

"Dikarenakan kalau ngomong tentang kebersihan, tempat kita jauh lebih bersih daripada pasar. Tentang higienis, kita lebih higienis. Kalau ngomong alkohol, kita tidak ada alkohol. Jadi semua protokol juga kita komitmen untuk jalanin," ungkapnya.

Pihaknya menjamin dapat melakukan protokol kesehatan di tempat pijat tradisional atau spa.

"Jaminannya dari mana? Ya dari masing-masing pengelola. Persyaratan protokol kesehatan kita sudah berembuk dengan pengelola panti pijat dan saya yakin pengelola lainnya ingin segera buka. Otomatis kita juga pasti ikuti ajuran pemerintah dengan step-setepnya, pakai masker, face shiled dan jaga jarak," pungkasnya.

(wip/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads