Nelayan Indramayu Desak Menteri KKP Tindak Pengguna Pukat Harimau

Nelayan Indramayu Desak Menteri KKP Tindak Pengguna Pukat Harimau

Sudirman Wamad - detikNews
Sabtu, 18 Jul 2020 17:07 WIB
Nelayan Indramayu
Nelayan Indramayu berunjuk rasa. (Foto: Sudirman Wamad/detikcom)
Indramayu -

Sejumlah nelayan dari pantai utara (Pantura) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berunjuk rasa di TPI Karangsong Indramayu. Mereka mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menindak tegas nelayan yang masih menggunakan pukat harimau dan cantrang.

Massa nelayan Indramayu itu membawa poster soal penolakan terhadap penggunaan pukat harimau atau trawl, dan cantrang. Koordinator aksi Junedi mengatakan masih banyak nelayan yang menggunakan pukat harimau di wilayah perairan timur Indonesia. Kondisi demikian, lanjut Junedi, merugikan nelayan pantura Indramayu yang hanya mengandalkan alat tangkap gillnet atau jaring insang.

"Masih banyak di wilayah perairan timur itu menggunakan trawl (pukat harimau). Kami meminta agar menteri tegas, pemerintah harus mengusut ini," kata Junedi seusai aksi di TPI Karangsong Indramayu, Sabtu (18/72020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan nelayan Indramayu berbulan-bulan melaut di wilayah perairan timur Indonesia. Namun, dalam satu bulan terakhir hasil tangkapan nelayan Indramayu menurun.

"Penurunannya hingga 50 persen dari biasanya. Ini terjadi setelah muncul kembali adanya nelayan yang menggunakan pukat harimau," ucap Junedi.

ADVERTISEMENT

Sebelum adanya nelayan yang menggunakan pukat harimau, dikatakan Junedi, tangkapan nelayan Indramayu di perairan timur Indonesia mencapai 100 hingga 200 ton. "Kalau tujuh bulan melaut itu bisa sampai 200 ton. Kalau empat bulanan sekitar 100 ton. Sekarang mulai menurun," ujarnya.

Senada disampaikan, Ahmad Fauzan selaku Sekjen Forum Nelayan Jaya Karangsong. "Alat tangkap pukat harimau itu bisa merusak jaring-jaring nelayan kami. Jaring kami rusak karena ada pukat harimau, otomatis kami rugi dan hasil tangkapan menurun," kata Fauzan.

Fauzan menerangkan akibat dari rusaknya jaring atau gillnet itu, pemilik kapal rata-rata mengalami kerugian hingga Rp 3 miliar. "Kalau kami memakai gillnet semua. Tidak ada pukat harimau. Karena merusak. Kalau gillnet atau jaring kami rusak karena pukat harimau nelayan lain, kerugiannya bisa Rp 2-3 miliar. Jelas ini sangat merugikan," ujar Fauzan.

Ia menambahkan selain merusak jaring nelayan, pukat harimau juga merusak ekosistem. Fauzan tak ingin ekosistem laut rusak karena adanya nelayan yang masih menggunakan pukat harimau.

"Ikan kecil dan terumbu karang bisa rusak karena pukat harimau. Kami meminta agar pemerintah tegas dengan kebijakan pelarangan alat tangkap tersebut. Jangan sampai (penggunaan pukat harimau) merajalela," ujar Fauzan.

(bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads