Selama pandemi kegiatan belajar siswa dilakukan di rumah, untuk mencegah penyebaran Corona. Para siswa harus melakukan kegiatan belajar melalui sistem online dengan materi yang disiapkan oleh para gurunya.
Namun nampaknya, kegiatan belajar online itu hanya bisa diakses dengan baik oleh para siswa yang berada di wilayah perkotaan dan memiliki fasilitas gawai serta jaringan internet yang memadai. Sementara para siswa yang berada di pelosok sekolah online menjadi kendala karena akses internet masih minim hingga tak adanya fasilitas gawai akibat keterbatasan ekonomi orang tua.
Kondisi tersebut membuat para guru di pelosok Cianjur harus bekerja ekstra demi memberi materi pelajaran untuk para siswanya. Mereka bahkan dengan penuh semangat rela mendatangi setiap siswa yang tidak memiliki fasilitas agar tetap bisa belajar dan mengikuti ujian.
Contohnya seperti yang dilakukan Dudi Riani, seorang guru dari SDN Jaya Mekar, Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindang Barang, Kabupaten Cianjur. Guru honorer yang sudah 17 tahun mengabdi untuk dunia pendidikan ini harus bersiap dan berangkat dari rumah sejak pagi hari.
Namun bukan pergi ke sekolah melainkan menyambangi rumah siswanya agar bisa ujian. Sebab mulai kemarin, para siswa sudah mulai menjalani ujian untuk pengisian rapot.
"Sebenarnya sejak siswa belajar di rumah juga sudah jadi agenda rutin datang ke rumah siswa. Karena sekarang ujian, jadi harus lebih gesit, supaya siswa bisa cepat ujian. Apalagi mereka yang tidak punya gadget sehingga mesti ujian pakai kertas," ungkap Dudi kepada detikcom, Selasa (9/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak video 'Pentingnya Peran Guru-Orang Tua Dampingi Anak Belajar di Rumah':
Ditemani seorang guru lainnya, Dudi mengendarai sepeda motor mendatangi rumah siswa. Diawali dari yang paling jauh, dengan jarak hampir 10 kilometer.
Untuk di wilayah perkotaan, mungkin jarak itu tidak begitu jauh. Tetapi untuk wilayah pelosok, 10 kilometer tergolong sangat jauh dan melelahkan. Kondisi jalan yang rusak parah membuat jarak tersebut bisa menghabiskan waktu 1,5-2 jam.
Bahkan, saat menuju rumah salah satu siswa, sepeda motor tak bisa melintas sehingga dia dan rekannya mesti berjalan sejauh dua kilometer.
"Aduh kang bukan jauh lagi jarak segitu teh, kan kondisi jalannya seperti susukan saat (sungai kering). Belum lagi sepeda motor hanya sampai warung, dari warung itu jalan kaki ke rumah siswa karena memang jalannya tidak memungkinkan," ungkapnya.
Meski sudah berangkat sejak pagi dan berkeliling hingga siang, dia hanya mampu mendatangi enam titik rumah siswa dari total 34 siswa yang tidak bisa mengikuti belajar atau ujian daring.
"Mau gimana lagi kang, dari satu rumah ke rumah lain kan berjauhan, tidak seperti perkotaan yang berdekatan. Jadi sehari paling bisa enam kalau yang jauh. Kalau yang dekat bisa sampai 10 siswa yang disambangi," tuturnya.
Meski lelah, namun antusias para siswa mengerjakan soal ujian menjadi semangat bagi Dudi untuk tetap menyambangi para siswa yang terbatas fasilitas.
"Kalau dibilang cape ya cape kang, tapi demi para siswa supaya tetap bisa ujian. Lihat mereka bersemangat mengerjakan saja sudah bahagia, di tengah kondisi pandemi ini mereka tetap ingin belajar," tuturnya.
"Saya berharap pandemi bisa segera berlalu, sehingga para siswa bisa belajar lagi di sekolah. Berinteraksi lagi dengan teman dan guru sehingga pembelajaran lebih maksimal," harap Dudi.