Sejumlah mahasiswa Muhammadiyah melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Aksi dilakukan berkaitan rencana eksekusi terhadap panti asuhan Kuncup Harapan milik Muhammadiyah.
Berdasarkan pantauan detikcom pada Rabu (18/3/2020), mahasiswa berseragam warna merah itu melakukan aksi di depan pintu masuk PN Bandung di Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung. Mereka mengibarkan bendera Indonesia hingga bendera organisasi sambil bernyanyi dan memekikan Allahuakbar.
Tak berselang lama, salah seorang perwakilan hakim dari PN Bandung M Razzad mendatangi massa. Salah seorang perwakilan massa lalu menyerahkan sebundel kertas kepada Razzad.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti akan kami sampaikan ke pimpinan," ucap Razzad saat menerima berkas itu.
Sementara salah seorang perwakilan massa meminta agar proses eksekusi bisa ditunda sampai proses pidana yang ditempuh PC Muhammadiyah Sukajadi selesai.
"Semoga bisa menunggu proses peradilan pidana dan eksekusi dibatalkan. Kalau bapak dan kawan-kawan ingin tetap mengeksekusi, kami ingin kabarkan Muhamadiyah bukan organisasi kecil, Muhammadiyah pendiri negeri ini. Bukan menghadapi Muhamadiyah, tapi seluruh Indonesia akan dibawa ke sini," kata perwakilan massa aksi.
Sebelum menggelar aksi di depan PN Bandung, massa juga sempat melakukan aksi penolakan di depan Panti Asuhan Kuncup Harapan Muhammadiyah di Jalan Mataram, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung. Mereka berkumpul dan menggelar orasi.
"Aksi yang kita gelar dalam rangka penolakan eksekusi yang akan dilakukan hari ini, Tanggal 18 Maret," kata Pengurus Muhammadiyah Jabar Rizal Fadilah usai melakukan orasi.
Ia menilai, eksekusi yang akan dilakukan ini cacat hukum. Menanggapi hal tersebut, ratusan orang yang berasal dari organisasi sayap Muhammadiyah hadir untuk melakukan penolakan eksekusi.
"Eksekusi tidak benar. Upaya perdata sudah kita jalankan, eksekusi sudah lawan, karena proses-prosesnya cacat, enggak benar secara hukum," ujarnya.
Sengketa lahan ini, sudah melalui serangkaian proses peradilan. Muhamadiyah menang di Pengadilan Negeri Bandung dan Pengadilan Tinggi Jabar. Namun, di Mahkamah Agung (MA) Muhammadiyah kalah. Di tingkat MA Muhammadiyah kalah setelah Mira Widyanti mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Rizal menegaskan, tanah dan gedung yang digunakan sebagai panti asuhan itu milik Muhammadiyah.
"Ini masih miliki Muhammadiyah, ini diserahkan ke Muhammadiyah dan dikuasai oleh Mira. Kita proses melalui peradilan, menang dan inkrah, setelah inkrah dieksekusi untuk Muhammadiyah. Kita sudah merasa yakin dan tidak ada masalah, tiba-tiba PK dengan gampangnya Majelis Hakim menetapkan Mira menang," jelasnya.
Sekedar diketahui, tanah yang digunakan panti asuhan tersebut merupakan hibah dermawan bernama Salim Rasyid.
"Tanah ini dari Pak Salim Rasyid, beliau mewasiatkan hibah nanti kalau saya meninggal silahkan dikelola Muhammadiyah. Tertulis pakai akta notaris, saksinya tokoh KH Miftah Farid, Mukti Nurdin dan lainnya. Tokoh-tokoh bukan sembarang yang menyaksikan terjadinya (hibah) ke Muhammadiyah ini," ucapnya.
Rizal menyebut, tidak ada hubungan keluarga antara pemberi hibah dengan Mira. Menurutnya, Mira hanya tetangga almarhum Salim Rasyid.
"Hubungan tetangga. Sertifikat belum nama Muhammadiyah, tapi sama Pak Salim, hanya ia memiliki itikad baik dan benar bahwa ini untuk Muhammadiyah sertifikatnya diserahkan, sekarang sertifikat ada di Muhammadiyah," sebutnya.
"Tiba-tiba ada jual beli, padahal Pak Salim ini usianya 92, sakit-sakitan, tiba-tiba kok ada jual beli terjadi. Padahal sertifikat sudah ada di Muhammadiyah, waktu proses ganti nama sertifikat dibilang sertifikat hilang, padahal ada di Muhammadiyah," tambahnya.
Proses eksekusi yang sedianya dilakukan hari ini dikabarkan batal. Sejak pagi, massa sudah berkumpul di lokasi panti asuhan tersebut.