Warga korban penggusuran proyek rumah deret Tamansari menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengganti rugi sejumlah kerugian yang dialami akibat eksekusi lahan akhir tahun lalu. Mereka menuntut pembayaran ganti rugi paling lambat 100 hari terhitung dari kemarin. Seperti apa respons Pemkot Bandung?
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung Dadang Darmawan mengatakan penertiban bangunan warga di Tamansari merupakan tugasnya untuk melindungi aset milik pemerintah.
"Ya, kalau saya melihatnya kata-kata penggusurannya itu harus diluruskan. Bagaimana kita melakukan pengamanan, kalau peringatan sudah disampaikan, pemberitahuan sudah jauh-jauh hari disampaikan, ketika tetap mereka berada di lokasi, khususnya saya sebagai Kepala SKPD ada tugas dan kewajiban mengamankan aset dari sisi administrasi, hukum, dan fisik," kata Dadang via sambungan telepon, Kamis (20/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadang mengaku hanya berupaya menjalankan tugas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Apalagi pihaknya berencana melakukan pembangunan di lokasi yang awalnya dikuasai warga tersebut.
"Apalagi lokasi tersebut akan digunakan untuk membangun rumah atau hunian yang laik bagi warga yang 176 itu yang sudah menunggu sejak 2017," ungkapnya.
Dia mengklaim proses penertiban aset yang dilakukan pada 12 Desember 2019 sudah sesuai dengan prosedur. Bahkan pihaknya telah memfasilitasi warga untuk mengamankan barang-barangnya.
"Sebagai pertanggungjawaban kemarin, DPKP3 pada saat pelaksanaan penertiban aset, untuk barang-barang (warga) kita fasilitasi. Ada kendaraan untuk orang dan barang, itu sebagai bentuk tanggung jawab," ucapnya.
Selain itu, warga diberi bantuan untuk mengontrak rumah dan tinggal di rumah susun Rancacili sebagai tempat tinggal sementara. Hal itu, menurutnya, merupakan bentuk perhatian pemerintah kepada warga yang terkena dampak pembangunan.
"Untuk pindah sementara ada fasilitas rumah kontrakan, ada di Rancacili kita siapkan. Itu kan sebagai upaya pemerintah kota dalam pelaksanaan pengaman aset," ujarnya.
Meski demikian, dia mengakui tidak semua warga menerima bantuan dari Pemerintah Kota Bandung. "Saya kira bagi warga yang menolak ini benar-benar terputus di komunikasi, karena memang mereka tidak mau dilakukan pembongkaran saja. Kita bantu makanan-kontrakan mereka tidak mau. Tapi sebagian ada yang mau," ucapnya.
Saat disinggung soal ganti rugi, Dadang menegaskan bangunan warga berdiri di atas lahan milik Pemkot Bandung. Berdasarkan aturan, tidak ada alokasi anggaran untuk mengganti rugi bangunan warga.
"Begini, itu bangunan berdiri di lahan milik Pemkot Bandung. Aturannya, ketika pemerintah kota akan menggunakan itu, di aturannya tidak ada kebijakan itu dan tidak boleh mengalokasikan anggaran untuk mengganti bangunan," katanya.
Pihaknya mengaku telah melakukan iktikad baik untuk melindungi warga dan meminta kepada pemenang lelang atau kontraktor untuk memberikan kerahiman.
"Makanya ada kerahiman itu. Kerahiman itu salah satunya untuk mengganti bangunan itu. Kemarin itu beberapa kali komunikasi ada yang belum setuju, ada yang belum sepakat mengenai besaran kerahimannya," ucapnya.
Dadang menyatakan, pembangunan rumah deret itu harus dilakukan pasca penertiban bangunan rumah milik warga.
"Pascapenertiban aset itu, kita sudah mau langsung melaksanakan dan beberapa kali kita melakukan di lapangan, karena konsepnya pekerjaan yang dilelangkan dan dimenangi kontraktor itu pekerjaan desain dan pelaksanaan konstruksinya. Karena kemarin itu masih ada bangunan yang masih berdiri, sehingga untuk penentuan kontur belum bisa dilaksanakan," ujarnya.
"Kemarin, pascapenertiban, kita mau melaksanakan itu, tetapi kan kondisi di lapangan belum memungkinkan masih ada (gangguan) entah dari mana melakukan pelemparan terhadap petugas operator alat berat. Itu dua kali kejadian, kami lihat kondisi keamanan di lapangan belum memungkinkan, sebetulnya pelaksanaannya harus sudah mulai," tambah Dadang.