Kelompok massa tergabung dalam Koalisi Ormas Bersatu (KOB) urung mendemo PT Indonesia Power (IP) selaku pengelola PLTU Jabar 2 Palabuhanratu. Sejumlah kelompok sempat menghimpun massanya di area Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palabuhanratu.
Aksi berlatar urusan utang piutang pembangunan salah satu gedung di area PLTU itu memantik persoalan antara IP dan Forum Pengusaha Pekerja Lokal Palabuhanratu (FPPLP). Aksi demo itu batal dilakukan, Polres Sukabumi memediasi pertemuan antara kedua belah pihak.
Kapolres Sukabumi AKBP Nuredy Irwansyah Putra meminta kedua pihak untuk mengedepankan komunikasi yang baik dan sama-sama menjaga situasi kondusif. "Kami akan mengedepankan upaya persuasif dalam penanganan permasalahan antara PT IP dan mitra lokal. Namun demikian, kami tidak segan-segan mengambil langkah tegas apabila ada salah satu pihak yang bertindak tak sesuai aturan hukum berlaku," ujar Nuredy, Selasa (18/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koordinator FPPLP dan KOB M Tahsin Roy menjelaskan permasalahan ini berawal dari proyek pembangunan gedung Dormitory di area PLTU yang tidak kunjung dibayar oleh kontraktor utama yang ditunjuk oleh PT IP yakni PT WS. "PT WS kala itu mengadakan kerja sama dengan Sub Kontraktor lokal yakni CV KMM dan PT Karya Delima Persada (KDP)," kata Tahsin.
Saat proses pembangunan, pada 2014, terjadi permasalahan antara PT WS dengan dua subkontraktornya. PT WS disebut menunggak pembayaran hingga Rp 2,1 miliar.
"Permasalahan adanya tunggakan sudah diketahui PT IP pusat di Jakarta dan para pihak bersangkutan sempat melakukan mediasi. Namun mediasi itu tidak terselesaikan hingga saat ini," kata Tahsin.
Perwakilan pengusaha lokal, Dede Ola, menegaskan mediasi FPPLP bersama KOB ini dilakukan sebagai upaya menuntut hak perusahaan yang merasa dirugikan mainkontraktor pembangunan gedung Dormitory IP PLTU Jabar 2 Palabuhanratu. "Tuntutan kami itu PT WS harus membayar segera tunggakan tagihan pekerjaan yang sudah selesai. Kami menagih hak bukan mengemis. PT WS tidak punya tanggung jawab, telah berbuat curang, dan lalai dalam menjalankan kewajibannya," tuturnya.
Dede Ola menilai PT WS dinilai tidak punya niat baik untuk menyelesaikan permasalahan itu karena sudah terjadi sejak 2014. Mediasi merupakan jalan terakhir untuk menuntut hak pengusaha lokal kepada mainkontraktor yang dianggap curang.
"Tindakan mereka dilakukan bukan tanpa alasan. Mereka sebelumnya juga sudah menempuh secara normatif, tapi sampai saat ini tidak ada titik temu. Awalnya kami akan melakukan aksi demonstrasi, namun diberi peluang untuk mediasi akhirnya kita ikuti langkah tersebut," ucap Dede.
Manajer Advokasi dan Regulasi PT IP Pusat Cecep Mokhamad menyebut permasalahan yang terjadi sebenarnya di luar PT IP. Namun dalam hal ini pihaknya mengupayakan bantuan agar permasalahan antara kontraktor utama pembangunan Dormitory dengan pengusaha lokal bisa diselesaikan.
"Teman-teman mitra lokal mau duduk satu meja untuk bermusyawarah walaupun mereka sudah merencanakan untuk unjuk rasa, ini juga berkat aparat kepolisian yang sigap berkomunikasi dengan kelompok massa. Dari mediasi tadi kita menyepakati beberapa poin, meskipun IP tidak terlibat langsung secara kontraktual namun kita berusaha untuk membantu," kata Cecep.