Ridwan Saidi Sebut Galuh 'Brutal', Budayawan Banjar Ikut Beri Komentar

Ridwan Saidi Sebut Galuh 'Brutal', Budayawan Banjar Ikut Beri Komentar

Faizal Amiruddin - detikNews
Minggu, 16 Feb 2020 17:21 WIB
budayawan Betawi Ridwan Saidi
Budayawan Betawi Ridwan Saidi (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Banjar -

Pernyataan Budayawan Betawi Ridwan Saidi di sebuah channel YouTube menyebut Galuh artinya brutal hingga menyatakan di Ciamis tidak ada kerajaan, terus memantik kekecewaan dari masyarakat. Tak hanya Ciamis, warga Banjar yang juga merupakan wilayah Tatar Galuh, ikut bereaksi

"Saya kira pernyataan Babe Ridwan Saidi, tidak ada Kerajaan Galuh, justru itu sebuah halusinasi," kata Syarif Hidayat, pegiat budaya asal Banjar, Minggu (16/2/2020).

Syarif mengatakan banyak ahli yang telah menegaskan bahwa Galuh itu bukan mitos, tapi merupakan sejarah. Kerajaan Galuh itu bagian sejarah dari bangsa ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini merupakan hasil dari proses metodologi penelitian sejarah, mulai dari holistik, kritik sumber, interpretasi dan lainnya," kata Syarif yang merupakan penyandang gelar magister sejarah tersebut.

Mengenai pernyataan Ridwan Saidi yang mempertanyakan mengenai sumber ekonomi penopang kerajaan Galuh pada masa itu, Syarif mengatakan aktifitas pertanian yang menjadi penopang ekonomi Kerajaan Galuh.

ADVERTISEMENT

"Pertanian mulai dari padi, perkebunan dan hasil bumi lainnya, termasuk pembuatan perkakas, itulah sumber perekonomian Galuh sebagai daerah agraris," kata Syarif.

Simak juga video Polemik 'Galuh Brutal', Warga-Tokoh Minta Ridwan Saidi Sambangi Ciamis:

Dia berharap pola berpikir dalam menyikapi sejarah kerajaan Galuh tak dihubungkan dengan imajinasi kerajaaan seperti di film-film. Kerajaan menurutnya adalah aktifitas masyarakat yang terpimpin di dalam sebuah lingkungan.

"Kemudian soal aktifitas maritim, ya jangan diasumsikan atau terpaku pada kegiatan di laut. Di wilayah Tatar Galuh ini ada sungai Citanduy. Sekali lagi jangan dibayangkan, kondisi sungai Citanduy seperti saat ini. Masyarakat Galuh dulu beraktifitas di Citanduy. Ada aktifitas perdagangan di sana, ada aktifitas pertambangan pasir," ucap Syarif.

Dia menambahkan karena Kerajaan Galuh ada di abad 14, maka peradaban atau kehidupan sosialnya berbeda. Pada jaman itu seseorang yang menguasai tanah yang luas, bisa saja disebut raja. "Buktinya bisa terlihat di abad 18 muncul istilah kalangan Menak atau kaum Somah," kata Syarif.

Meski menyesalkan, namun Syarif mengaku memetik hikmah dari polemik itu. Setidaknya banyak masyarakat di Tatar Galuh mulai mencari tahu tentang sejarahnya.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads