Sejak tahun 2003, tradisi ngabedahkeun Citarum tak lagi dilakukan. Tradisi yang dipercaya dilakukan hampir seabad lalu itu telah hilang. "Entah apa sebabnya. Tapi kalau dilakukan, khawatir menyebabkan banjir di hilir," ucap Syihab.
"Padahal tradisi menguras Citarum sudah jadi kearifan lokal. Fungsinya merawat kualitas sungai, membuang endapan, mencegah pendangkalan sekaligus membuang sampah," Syihab menambahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, sudah 17 tahun pintu Bendungan Walahar tak pernah dibuka penuh. Jika eceng gondok dan sampah menumpuk di bendungan, akan diangkut ke daratan.
Padahal tradisi menguras Citarum sudah jadi kearifan lokal.Syihabudin (33), warga Walahar. |
Seperti yang dilakukan warga, TNI dan Perum Jasa Tirta 2 sepekan terakhir. Pembersihan sungai juga melibatkan alat berat amfibi.
"Kalau (eceng gondok dan sampah) dibiarkan, air bisa terhambat. Mutu air turun. Bahkan sampah yang nyangkut mengganggu operasi bendungan. Kalau hujan besar bisa menjebol (bendungan)," ujar Dirut PT Jasa Tirta 2, U Saepudin Noer, di Bendungan Walahar, Rabu (29/1/2020).
![]() |
Noer menjelaskan tumpukan eceng gondok merupakan fenomena rutin setiap musim hujan. "Ini siklus setiap penghujan datang. Karena siklikal, jadi kita rutin buat program pembersihan. supaya tidak mengganggu mutu air, mengganggu bendung, mampatnya saluran dan semacamnya," tutur Noer.
Dalam sepekan ini, kata Noer, sebanyak 30 ton eceng gondok telah diangkut dari permukaan Citarum. Selanjutnya, eceng gondok akan dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk kompos.
"Jenis eceng gondok ini kita buat kompos karena kurang cocok jadi bahan kerajinan," ucap Noer.
(bbn/bbn)