Tempat belajar itu dibuat di halaman rumah seorang warga, tak jauh dari sekolah mereka. Lantaran lahan yang terbatas, 'kelas' terpal itu digunakan bergiliran.
"Tiga kelas pagi, tiga kelas siang. Kita upayakan belajar mengajar tetap berjalan meski gedung sekolah tak bisa dipakai," kata Taswani, Jumat (18/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak kayu yang lapuk saat itu. Akhirnya atap bangunan roboh. Beruntung kejadiannya bukan jam sekolah," ucapnya.
Melihat keadaan atap bangunan yang luluh lantak, menurut Taswani, sekolah sepakat mengajukan perbaikan. Bantuan datang dari pemerintah berupa DAK (Dana Alokasi Khusus) dan program program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Jabar senilai Rp 203 juta.
Sejak dua tahun lalu, perbaikan pun dimulai. Sebanyak enam kelas direhab total. Kegiatan belajar mengajar terpaksa diungsikan.
"Sekolah tidak boleh berhenti meski tak ada kelas. Yang penting murid bisa mendapat haknya," ujar Taswani.
Pantauan detikcom, situasi belajar mengajar berlangsung riuh. Suara tiga orang guru terdengar sahut menyahut. Puluhan siswa dari kelas satu hingga kelas tiga terdengar bising namun ceria. "Kita tak sempat membuat pembatas setiap kelas. karena ini tanah orang, kurang leluasa," tuturnya.
Menurut dia, kegiatan belajar di kelas darurat itu diprediksi masih lama berlangsung. Sebab, renovasi diprediksi rampung pada akhir Desember 2019.
"Mudah-mudahan bisa lebih cepat karena kami khawatir musim hujan segera datang," kata Taswani.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini