Pengolahan sampah organik di Pasar Ciwastra menggunakan metode Wadah Sisa Makanan atau Memasak (Wasima) yang hasilnya dijadikan pupuk cair, kompos, ekoenzim, pestisida hayati, hingga komposter dari sabut kelapa. Saat ini, timbunan sampah organik basah sudah bisa diolah sekitar 70 persen atau kurang lebih 407 kilogram per hari.
Relawan lingkungan sekaligus Pekerja Harian Lepas (PHL) DLHK Kota Bandung Tatang Sobarna menjadi inovator dan pengolah sampah organik di Pasar Ciwastra. Tatang mengatakan, meski program pengolahan sampah organik baru berjalan Maret 2019, namun sudah banyak yang datang untuk belajar dan melakukan penelitian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tatang menjelaskan, sampah organik seperti sayuran, buah-buahan dan hewan (sisa daging) akan dipilah sesuai kualitas baik buruknya. Lalu, sampah yang telah dipilah dipadatkan dengan cara dicacah sehingga kadar airnya menjadi 1:1 (1 kilogram sampah dengan kandungan 1 kilogram air).
"Jika sudah dicacah, sampah dimasukkan ke reaktor Wasima, nanti kandungan airnya akan menyusut. Air yang menyusut itu ditampung ke jeriken menggunakan selang dan menjadi pupuk cair. Sampah yang ada di dalam reaktor Wasima akan dijadikan pupuk kompos dan disimpan dulu di komposter," ucap Tatang.
Idealnya, kata Tatang, sampah disimpan di komposter selama 5 hari. Namun, saat ini pihaknya masih melakukan uji coba lama waktu penyimpanan. Uji coba dimaksudkan untuk mencari waktu sesingkat mungkin agar tidak ada penumpukan sampah baru dari pedagang karena jumlah komposter yang masih terbatas.
![]() |
"Selain pupuk, kami juga membuat pembersih lantai dan pestisida hayati yang aman digunakan dari sampah buah-buahan. Sedangkan sampah sayuran dan buah-buahan yang masih utuh namun tidak layak jual dijadikan silase atau pakan ternak fermentasi. Kami mencoba untuk tidak membuang sampah organik sedikit pun," katanya.
Tatang mengatakan, pupuk dari sampah organik lebih ramah lingkungan dan hemat biaya. Pupuk tersebut akan memperbaiki dan memperkuat struktur tanah. Untuk skala rumah tangga, Tatang juga membuat Wasima sederhana berbentuk tabung. Caranya tinggal memasukkan sampah organik ke dalam tabung Wasima, lalu ditaburi gula pasir atau ragi. Cara kerjanya tak jauh berbeda dengan reaktor Wasima di Pasar Ciwastra.
Ke depan, jika proyek pengolahan sampah organik sudah matang, Tatang dan rekannya Asep Dimyati akan mencoba mengolah sampah anorganik agar tidak ada pembakaran yang mencemari lingkungan.
""Yang saya tahu sekarang belum ada pasar lain yang mengadopsi pengolahan sampah organik seperti di sini. Mudah-mudahan ini bisa menjadi jawaban atas permasalahan sampah di Kota Bandung," ucap Tatang.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini