Ketinggian muka air, yang semula sekitar 15 meter dari tepian, sekarang turun dan hanya menyisakan aliran kecil dengan kedalaman kurang dari 2 meter.
Tepat pukul 06.00 WIB, Maryati (51) dan enam emak-emak lainnya datang ke tepian Sungai Citarum, tepatnya di Jembatan Ciminyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah hampir lima bulan air sungainya surut. Memang setiap tahun, kalau datang musim kemarau seperti ini, kami tanam padi dan jagung saja," ujar Maryati saat ditemui di bawah jembatan Ciminyak, Rabu (25/9/2019).
Maryati merupakan buruh tani dadakan tiap kali Sungai Citarum mengering. Ia diupah Rp 40 ribu per enam jam kerja setiap harinya untuk menanam dan merawat beberapa petak sawah padi di Citarum.
"Yang ditanam itu namanya padi 'Jokowi', lama panennya singkat, hanya empat bulan dan nggak perlu air banyak," ujar Maryati. Ia tak mengetahui apa nama jenis padi tersebut. Hanya, warga dan petani di sana menyebutnya benih padi 'Jokowi"
"Sebenarnya ini untung-untungan saja. Kalau musim hujan datang lebih cepat, ya nggak bisa kepanen semuanya, mungkin semua lahan garapan bisa terpanen di akhir tahun nanti," ujar Maryati.
Ia tak bisa merinci berapa luas tiap petak lahan. Namun, dari tiga petak itu, tiap tahunnya ia bisa memanen hingga 3 ton beras. "Berasnya biasa dijual sama majikan ke Bandung dan sekitarnya," ucapnya. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini