1 Tahun Ridwan Kamil-Uu, Kontroversi Pembentukan TAP hingga Ibu Kota Jabar

1 Tahun Ridwan Kamil-Uu, Kontroversi Pembentukan TAP hingga Ibu Kota Jabar

Mukhlis Dinillah - detikNews
Kamis, 05 Sep 2019 15:25 WIB
Gubernur Jabar Ridwan Kamil (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Bandung - Pemerintahan Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum genap satu tahun pada 5 September 2019. Dalam perjalanannya, sejumlah kontroversi muncul dari kebijakan maupun wacana yang diambil Ridwan Kamil.

Kontroversi bahkan sudah mencuat sejak saat kepemimpinan keduanya masih seumur jagung. Ridwan Kamil membentuk Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) untuk memuluskan program-program yang dicanangkan.

TAP dibentuk dengan dasar hukum Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 060.1/Kep.1244-Org/2018 yang dikeluarkan pada 27 November 2018 lalu. Tim ini berisikan 19 orang pakar dari berbagai latar belakang berbeda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Persoalan yang mengemuka dari pembentukan TAP yaitu payung hukum hingga komposisi tim tersebut. Tim yang dipimpin Rektor Unpad Tri Hanggono Achmad itu dihuni sejumlah ahli, eks komisioner KPU, eks tim sukses hingga adik kandung RK.

Contohnya, mantan Wakil Ketua Tim Pemenangan pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, Arfi Rinaldi. Dia dipercaya sebagai ketua harian TAP. Kemudian ada juga nama Lia Endiani yang masuk dalam dewan eksekutif TAP.

Adik kandung RK, Elpi Nazmuzzaman menduduki posisi Dewan Eksekutif yang di dalamnya ada tujuh orang pakar lainnya, yakni Juwanda, Sri Pujiyanti, Ridwansyah Yusuf Achmad, Ferdhiman Putera Bariguna, Lia Endiani, Wahyu Nugroho, Wildan Nurul Padjar.

Selain Dewan Eksekutif, dalam TAP juga ada tujuh bagian lainnya yakni pembina yang terdiri dari Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar, pengarah diisi Sekda, penanggung jawab ditempati staf ahli bidang pemerintahan hukum dan politik, bidang ekonomi dan pembangunan serta bidang kemasyarakatan dan sumber daya manusia.

Kemudian ada juga posisi dewan pakar yang diisi sembilan orang pakar dengan beragam latar belakang keilmuan. Seperti Erry Riyana Hardjapamekas, Idratmo Soekarno, Bernardus Djonoputro, Evi S Saleha, Budi Raharjo, Budhiana Kartawijaya, Kusmayanto Kadiman, Asep Warlan dan Dedi Kusnadi Thamim.

Keberadaan orang terdekat RK menimbulkan pro kontra. Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jabar Daddy Rohanady khawatir kehadiran anggota keluarga dalam TAP bisa terjadi konflik kepentingan.

Soal kekhawatiran konflik kepentingan juga dilontarkan komisioner KPK Saut Situmorang. "Rekomendasi KPK selalu kan menghindari conflict of interest. Itu selalu yang paling utama dalam menghindari perilaku korupsi," ujarnya.

Mengenai kekhawatiran itu, RK menjamin hal itu tidak akan terjadi. Menurutnya kehadiran beberapa orang dekat di TAP tidak akan menjadi 'benalu' di dalam pemerintahannya. Menurutnya tim tersebut dibentuk memang atas dasar kebutuhan untuk membantunya memberi masukan dan rekomendasi dalam sebuah kebijakan. Seluruh orang yang duduk di TAP Jabar telah menandatangani pakta integritas.

"Semuanya itu sudah menandatangani integritas. Jadi untuk mengamankan kekhawatiran (terjadi konflik kepentingan) ada benteng. Di dalamnya itu ada surat integritas," ujar waktu itu.

Ditemui Rabu malam (4/9/2019), RK menyatakan akan mengevaluasi TAP Jabar secara keseluruhan. "Ya kan sesuai janji saya, TAP ini akan kita evaluasi setahun sekali. KIta nanti akan bikin kuisioner ke dinas-dinas untuk menilai keberadaan TAP. Nanti hasilnya akan kita evaluasi," tandasnya.


Kontroversi Pembuatan Taman Dilan

Tak lama dari kontroversi TAP, Ridwan Kamil lagi-lagi membuat kebijakan yang menuai pro-kontra di masyarakat. Yaitu, pembuatan Taman Dilan atau yang akhirnya diganti menjadi Dilan Corner pada akhir Februari lalu.

Peletakan batu pertama pembangunan Dilan Corner ini berlangsung di Taman Saparua, Jalan Maluku, Kota Bandung, Minggu (24/2). Momen itu dihadiri Menteri Pariwisata Arief Yahya dan tokoh Dilan Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Priscillia (Milea)

Rencana pembangunan Taman Dilan sempat menuai pro kontra di tengah masyarakat. Mereka mempertanyakan tokoh fiksi dalam novel sekaligus film Dilan karya Pidi Baiq menjadi sebuah taman di Bandung.

"Bagi saya agak aneh kenapa mesti Dilan. Padahal ada tokoh-tokoh lain, tokoh sejarah, tokoh olah raga itu kan banyak, tidak sekedar tokoh fiktif," kata Asep Warlan, pengamat hukum dari Unpar saat itu.

Kritikan terhadap pembangunan Dilan Corner juga datang dari kaum milenial. Agil Bustomi (18) salah seorang siswa SMAN 26 menyebut tokoh Dilan tidak perlu dibuatkan monumen.

"Kalau dari saya memang penting atau enggak, ya enggak penting amat kalau dibuat kayak monumen. Masih banyak yang harus dimonumenkan. Seperti para pahlawan," kata Agil.

Sementara itu RK mengatakan Dilan Corner nantinya akan menjadi ruang bagi milenial meningkatkan budaya literasi di Bandung. Seperti halnya kesuksesan novel Dilan yang diadaptasi menjadi sebuah film.

Penulis novel sekaligus sutradara film Dilan 1990 dan Dilan 1991, Pidi Baiq tidak ambil pusing mengenai polemik pembangunan Dilan Corner di area Taman Saparua Bandung. Dia menghargai pendapat masing-masing pihak baik yang mendukung atau tidak.

"Saya sih tetap pada sikap harus menghargai orang yang rencana bikin Dilan Corner, saya juga sangat menghargai orang yang menentang rencana itu. Karena buat saya pribadi saya tetap Imam Besar The Panasdalam, mau ada Dilan Corner ataupun enggak," kata Pidi.

Sementara itu hingga saat ini, pojok Dilan yang menjadi bagian revitalisasi Taman Saparua belum juga dibangun

Pro Kontra Pemindahan Ibu Kota Jawa Barat

Ridwan Kamil melontarkan wacana pemindahan pusat pemerintahan ke luar Kota Bandung. Ada tiga lokasi yang menjadi alternatif yaitu Tegalluar Kabupaten Bandung, Walini Bandung Barat dan kawasan Rebana (Cirebon, Subang, Majalengka).

"Pada dasarnya secara fisik Kota Bandung sama seperti Jakarta, sudah tidak cocok lagi melayani pusat pemerintahan. Contohnya kantor-kantor pemerintahan cekclok (terpisah) dan tidak produktif," ujarnya.

Wacana ini menimbulkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Sejumlah kepala daerah sebut saja Bupati Bandung Dadang Naser, Wali Kota Bogor Bima Arya dan juga Wabup Bandung Barat Hengky Kurniawan setuju dengan wacana itu.

Sementara sejumlah anggota dewan tidak sepakat dengan wacana itu. Gubernur tidak memahami hal yang jauh lebih penting daripada mewacanakan pemindahan ibu kota.

"Pertama memang gubernur jangan latah (mengikuti rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim). Harusnya gubernur memikirkan pemerataan kesejahteraan di Jabar bukan memikirkan pindah ibu kota," ujar Anggota DPRD Bandung Andri Rusmana.

Ia meluruskan wacana ini bukan latah dengan apa yang dilakukan Presiden Jokowi yang memindahkan ibu kota ke Kaltim, karena diakuinya wacana ini sudah mencuat sejak 2010 saat Gubernur Ahmad Heryawan.

"Dalam perda RTRW yang baru disahkan yang berlaku hingga 2029. Ya nanti akan kita kaji dulu, kita minta persetujuan dewan, jadi ini belum final. Pengkajian baru tahun depan," katanya saat berbincang dengan detikcom Rabu (4/9/2019) malam.

Tim pengkaji yang akan dibentuk nanti melibatkan akademisi dari berbagai perguruan tinggi dengan berbagai disiplin ilmu. "Tahun depan baru jalan timnya," katanya.

"Perlu diketahui ya, yang pindah bukan ibu kotanya, tapi pusat pemerintahannya," tandasnya.


Simak video 'Ridwan Kamil soal Wacana Pindah Ibu Kota Provinsi: Bukan Curi Adegan.'

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 2 dari 3
(mud/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads