Kondisi ini diketahui sejak A lahir. Iyan bahkan sudah beberapa kali memastikan kondisi putra ketiganya itu ke dokter. Sayangnya, tidak ada kepastian status gender A.
"Ada dua bentuk kelamin. Satu kelamin pria, satunya kelamin perempuan. Dokter juga bilang seperti itu," kata Iyan kepada detikcom di kediamannya, Rabu (4/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak medis yang menangani meminta keluarga memastikan status gender A. "Akhirnya dirujuk ke RS Persahabatan, dokter menyarankan untuk tes kromosom. Namun, karena biayanya lumayan dan tidak tertanggung BPJS, akhirnya niat tes kromosom kita urungkan," tutur Iyan.
Iyan dan istrinya setiap hari berjualan gorengan di puskesmas setempat. Ia harus menyiapkan uang Rp 2 juta untuk tes tersebut.
"Terakhir tanggal 20 Agustus kemarin, kami ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Karena biayanya besar untuk tes kromosom itu, akhirnya nggak jadi. Uang saya masih belum cukup, masih ada utang dan tabungan juga belum cukup," ucapnya.
Terkait penamaan dan status dalam kartu keluarga (KK), A ditulis lelaki. Iyan punya alasan sendiri, karena bentuk fisik anaknya tersebut memang seperti lelaki.
"Jujur saja, sejak lahir fisiknya seperti laki-laki, lalu saya didik seperti laki-laki. Tapi ketika dicek lagi ke RS Hasan Sadikin, ada seperti kemaluan perempuan, bentuknya mirip sekali. Akhirnya saya beban mental, karena status dua kelamin tersebut," kata Iyan.
Ia juga memikirkan kondisi kejiwaan anaknya yang semakin lama akan tumbuh besar. Iyan khawatir anaknya minder dengan kondisi tersebut.
"Harapan saya, ada yang memberikan bantuan untuk biaya tes kromosom dan mungkin tindakan medis lainnya. Karena mungkin setelah tes kromosom dan status gender anak saya jelas, pastinya harus ada tindakan operasi," tutur Iyan.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini