Gugatan dilayangkan warga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung melalui kantor hukum Denny Chandra. Gugatan sudah masuk ke PTUN Bandung sejak April 2019 dan kini sudah masuk tahap pembuktian.
"Perkara ini berawal adanya gugatan warga mengenai suatu keputusan negara berupa penerbitan IMB dari Dinas PMPTSP (Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu) Pemkot Cimahi yang ditujukan kepada pemilik guest house," ucap salah satu kuasa hukum warga, Johannes Joshua Mulia di PTUN Bandung, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (31/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Joshua mengatakan Pemkot Cimahi menerbitkan izin tersebut pada Bulan Oktober 2018. Padahal proses pembangunan guest house yang beralamat di Komplek Setraduta Blok L5, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi itu sudah dilakukan sejak tahun 2012.
"Perda Cimahi tahun 2015 itu saklek disebutkan bangunan tidak boleh berdiri tanpa IMB termasuk IMB-nya menyusul. Seharusnya ada IMB dulu baru bangunan didirikan. Kami menduga ini dibangun sebelum ada penerbitan. Apalagi peruntukan di kawasan itu hanya untuk rumah tinggal, bukan hotel atau lainnya," katanya.
Joshua menduga dengan diterbitkannya IMB ini, pemilik seolah-olah leluasa untuk mengoperasionalkan guest house tersebut. Bahkan berdasarkan fakta, operasional guest house itu sudah berlangsung sejak 2016 sebelum IMB terbit tahun 2018. Oleh karena itu, warga menggugat Pemkot Cimahi untuk mencabut IMB guest house tersebut.
"Kita fokus di IMB dulu karena harus satu untuk objek gugatan. Sesungguhnya IMB mewakili banyak dokumen yang pasti IPPT (Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah) Jadi kita fokusnya ke muara terakhir IMB," kata dia.
Baca juga: Dinyatakan Aman, Tangkuban Perahu Buka Besok |
Joshua mengatakan keberadaan dari guest house 3 lantai itu sendiri banyak merugikan warga sekitar. Terlebih lokasinya berada di satu cluster yang hanya terdiri dari beberapa hunian warga.
"Warga merasa terganggu dan mengalami kerugian atas didirikannya guest house," kata Joshua.
Menurut Joshua, salah satu kerugian yang paling nampak ialah faktor kenyamanan. Dengan adanya guest house tersebut, sambung Joshua, secara otomatis akan mengundang orang asing masuk ke lingkungan warga.
"Faktor lingkungan, kebisingan dan juga keamanan. Bagaimana bisa dibayangkan di suatu perumahan ada guest house yang pastinya (buka) 24 jam dan tentu mengganggu warga. Dengan adanya guest house artinya orang asing bisa datang kapan saja. Sehingga warga merasa khawatir adanya aktifitas yang tidak diinginkan," tuturnya.
Sejalan dengan pengajuan gugatan ke PTUN, warga juga sudah menandatangani petisi penolakan adanya guest house. Bukti tanda tangan petisi dimasukkan dalam berkas di sidang PTUN.
"Sekitar 100 warga sudah melakukan tanda tangan ini. Artinya sudah banyak warga yang menolak," kata Joshua. (dir/tro)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini