Wawan (31) salah seorang pekerja KJA, menuturkan fenomena ikan mati ini terjadi sejak Rabu (17/7) dan puncaknya Sabtu (20/7). Kebanyakan ikan yang mati didominasi oleh ikan jenis nila.
"Puncaknya minggu kemarin sampai ribuan (mati) karena banyak di kolam. Di sini kolam kerambanya ada ratusan," ujar Wawan saat ditemui di Desa Pangauban, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (22/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikan yang mati itu, menurut Wawan, sebagian ada yang dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi dan sebagian lainnya dibuang karena sudah membusuk. "Kalau sudah lama enggak bisa dimanfaatkan untuk jadi ikan asin, karena sudah enggak segar lagi," kata Wawan.
Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Dedy Arief mengatakan telah menerima laporan kematian ikan tersebut. Ia menduga hal ini dikarenakan faktor cuaca.
"Cuaca di atas dan cuaca di bawah perairan akan sangat ekstrem, sehingga teraduk dan bagian organik beracun akan naik ke atas. Racunnya, racun amoniak, dari sisa pakan dan feses yang menjadi racun bagi ikan," tutur Dedy.
Dedy menjelaskan kebanyakan ikan yang mabuk adalah ikan mas atau nila. Kendati demikian, ia belum bisa menyebutkan secara rinci berapa banyak ikan yang terdampak.
"Kalau jumlah ikan tidak bisa mengukur, karena banyak masyarakat yang tidak melapor. Saat ada kasus, ikannya sudah dikubur atau dimakan oleh manusia, karena memang tidak berbahaya kalau dimakan," kata Dedy.
Menurutnya, air yang berada di Waduk Saguling pun mengalami penyusutan dan suhu airnya pun menurun hingga di bawah 16 derajat celsius. "Saran dari kami, kurangi kepadatan ikan, beri vitamin c, atur pola pemberian pakan agar tidak menjadi limbah organik," ucap Dedy. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini