Batu bara itu sedianya akan digunakan sebagai bahan bakar oleh pihak PLTU di kawasan Palabuhanratu. "Informasinya terjadi kebocoran pada bagian lambung kapal tongkang tersebut sehingga tumpah dan tercecer. Kapal tongkang tersebut milik PT NTT dengan nakhoda berinisial A, tujuan pengiriman ke PLTU Palabuhanratu," kata Nasriadi melalui pesan singkat, Senin (20/5/2019).
Menurut Nasriadi, ada sekitar 5.000 ton muatan batu bara yang tumpah dan tercecer ke lautan pesisir teluk Palabuhanratu atau tepatnya di Pantai Ciptuguran. Tumpahan itu memancing reaksi dari masyarakat karena dianggap sebagai pencemaran lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mengamankan beberapa barang bukti serta memeriksa saksi, polisi juga berkoordinasi dengan DLH dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait uji lab kandungan air laut dan air sumur warga pascainsiden tersebut.
"Kami memeriksa management Jety PLTU untuk mengetahui SOP parkir kapal, berkoordinasi dengan kementerian LHK guna mengambil sampel air laut untuk mengetahui kadar pencemarannya, karena lab LHK memang terakreditasi. Kita juga berkoordinasi dengan KKP (Kementerian kelautan dan perikanan) untuk mengetahui kemungkinan kerusakan terhadap biota laut akibat tercemar batu bara," tutur Nasriadi.
Sebelumnya, dua tongkang pengangkut batu bara karam di perairan Pantai Cipatuguran, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Menurut penuturan warga, kapal tersebut karam setelah dihantam ombak besar dua pekan lalu. Tumpahan batu bara itu berserakan.
Darsim S Suhendar (39), warga RW 20 sekaligus nelayan dari Kampung Cipatuguran, menyebut saat itu ombak besar, diduga kapten yang membawa tongkang tidak memperhitungkan kondisi ombak saat itu.
"Sudah tahu ombak besar angin besar kenapa di pinggir terus. Kalau saja saat itu ditarik sejauh empat mil enggak mungkin terjadi (karam), paling juga terbawa sampai pinggir," kata Darsim.