Agus menyebut karya-karya yang dibuatnya ialah seni lukis dengan media pecahan keramik. Bidang-bidang yang dibuat, menurut dia, mulai dari hiasan cermin, dinding, kolam renang hingga patung.
Salah satu keunikan mosaik karya Agus yaitu pecahan-pecahan keramik segitiga yang dipotong secara manual menggunakan catut. Potongan-potongan asimetris yang dihasilkan kemudian dibuat pola dengan mengangkat tema-tema etnik-kontemporer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu saya punya peliharaan gecko, dia mati dan saya sedih. Saya simpan di kulkas, saya lihatin dan saya lukis sampai jadi sebelas lukisan. Enggak disangka, semua (lukisan) diborong orang Jepang," kata Agus dijumpai di sela aktivitasnya di Pangandaran, Jumat (17/5/2019).
![]() |
Kecintaan Agus pada mosaik semakin besar setelah ia hijrah ke Pangandaran, pada 1982. Putus kuliah dari Jurusan Seni Rupa ITB, Agus menikahi bule asal Australia dan menetap di Pangandaran.
"Saya sama istri mengelola penginapan. Penginapan itu menjadi medium karya mosaik saya," kata ayah satu anak ini.
Garapan pertama yang paling mengesankan, menurut dia, ialah ketika diminta pelukis, Kartika Affandi, untuk menggarap mosaik di Museum Affandi Jogjakarta. Selain warga lokal, Agus juga kerap diminta mengerjakan pesanan-pesanan bule.
Ia menyebut setidaknya pernah mengerjakan proyek mosaik untuk orang-orang Jerman, Australia, Italia, Belgia, Belanda dan Swiss. Mosaik yang dipesan, dia mengungkapkan, mulai hiasan, interior hingga patung.
![]() |
"Kalau dari sisi kendala, paling ketersediaan keramik. Kadang saya harus mencari keramik tertentu ke luar kota," ujar Agus.
Meski banyak digemari bule, Agus merasa belum mendapat penghargaan yang sepantasnya dari sisi materi. Di lain sisi, kata dia, banyak pekerjaan berbiaya murah yang dikerjakan demi menyambung hidup.
"Mungkin saya masih butuh menambah portofolio dan promosi," kata Agus.
Simak Juga 'Cuma dengan Tertawa, Seniman Ini Raup Rp 3 Miliar!
(bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini