"Yang bagus cuma 2, yang 12 itu rusak berat dan tidak berfungsi," ujar Kepada BPBD Kabupaten Pangandaran Nana Ruhena kepada detikcom, Kamis (11/4/2019).
Nana mengatakan alat-alat itu dipasang di Pangandaran pada 2008 dan 2010 atau pasca bencana tsunami 2006. Alat-alat tersebut, kata Nana, berasal dari bantuan luar negeri dan BNPB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nana, pihaknya sempat memeriksa alat-alat tersebut. Namun karena rusak berat, sulit diperbaiki. Ditambah, alat-alat tersebut masih bersifat manual dan mengoperasikannya cukup sulit.
"Jadi perbaikan memang tidak kami prioritaskan, soalnya alatnya sudah ketinggalan (teknologi). Untuk mengaktifkannya kami harus mengontak petugas atau relawan setempat. Bagaimana kalau petugas, atau relawan tidak di tempat?" ujar Nana.
Sementara dua yang tersisa, kata Nana, sudah menggunakan sambungan otomatis yang bisa dikendalikan dari pusat komando di kantor BPBD. Adapun untuk penambahan alat peringatan dini otomatis, kini sedang diusulkan ke Pemkab Pangandaran, Pemprov Jabar dan BNPB.
Selain alat peringatan dini, kata Nana, kerusakan juga terjadi pada buoy atau pelampung tsunami. Sebelumnya, semasa masih bergabung dengan Kabupaten Ciamis, di perairan Pesisir Pangandaran terdapat dua buoy.
"Waktu penyerahan aset memang ada di daftar, tapi di lapangan sudah tidak ada," kata Nana.
Baca juga: Berebut Manfaat Tol Cigatas |
Selain mengajukan pengadaan peralatan, pihaknya juga tengah menjalin kemitraan dengan komunitas pengusaha hotel dalam program Hotel Tangguh Bencana atau Hotana.
"Di sini hotel kita dorong menerapkan peralatan dan prosedur kebencanaan, mulai dari peringatan dini tsunami dan informasi evakuasinya, peralatan kebakaran, serta safety meeting sebelum kegiatan yang melibatkan banyak orang," kata Nana. (tro/tro)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini