Karakteristik Desa Suntenjaya yang berada di perbukitan dengan elevasi yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi para petani saat mengangkut hasil tani mereka.
Belum lagi akses jalan yang sempit dan pijakan tanah yang licin bila hujan turun, membuat petani kesulitan saat memikul aneka sayuran yang tak jarang bisa berbobot lebih dari 100 kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baru pada 2014, tim dari Unpad menginisiasi dan membuat kereta gantung yang diberi nama "Sasak Apung Padjadjaran" yang menggunakan motor elektrik sebagai penggerak. Alat ini memiliki dua tiang penggerak yang terhubung melalui empat kawat baja.
![]() |
Satu tiang pancang berada di atas bukit dengan mesin penggerak yang dioperasikan operator. Satu sisi yang lainnya berada di sebuah lembah dengan jarak sekitar 300 meter dengan tinggi 50 meter dari permukaan tanah.
Transportasi ini juga dilengkapi dengan kabin yang seluas 1,2 x 1,2 meter atau muat jika dinaiki oleh empat orang dewasa. Gondola ini bisa menampung hingga bobot maksimal 300 kg.
"Digerakan oleh mesin mobil, ada empat gigi. Tapi kalau untuk sehari-hari pakai dua gigi saja," kata Yuyu.
Yuyu mengatakan, kehadiran gondola ini memangkas waktu tempuh pengangkutan hasil panen, dari yang semula 30-45 menit, menjadi hanya tiga menit saja. "Masyarakat di desa ini sangat terbantu, pekerjaan mereka jadi lebih ringan," ujarnya.
Dalam satu hari, ujar Yuyu, gondola tersebut bisa beroperasi puluhan kali untuk mengangkut aneka sayuran seperti kol, brokoli, tomat dan yang lainnya. "Bahkan kalau saat musim panen, bisa beroperasi sampai malam," katanya.
Sasak apung ini tak hanya digunakan untuk mengangkut sayuran, tapi juga untuk mengangkut petani dan wisatawan. Retribusi untuk naik gondola ini terbilang murah yakni sayuran Rp 100/kg, pupuk kandang Rp 1.000/kg, petani Rp 2.000/orang dan wisatawan Rp 10.000/orang.
"Retribusi tersebut untuk biaya perawatan kereta gantung, listrik dan gaji operator," ujar Yuyu. (ern/ern)