"Kami mengimbau masyarakat menyerahkan surat kematian jika ada keluarga yang punya hak suara telah meninggal. Hal ini untuk mencegah orang meninggal masuk daftar pemilih," kata Ketua KPU Karawang Miftah Farid saat ditemui detikcom di ruang kerjanya, Selasa, (19/3/2019).
Pemilih 'hantu' adalah pemilih yang tidak ada pada alamat yang disebutkan, karena sudah meninggal atau alamat yang tidak jelas dalam DPT. Pemilih hantu biasanya disebabkan maladministrasi keterangan kematian saat proses pendataan daftar pemilih.
Miftah menuturkan, permasalahan pemilih 'hantu' kerap berpotensi menjadi polemik saat pemilu. Sebab, kata dia, bisa menimbulkan kecurigaan adanya kecurangan. "Satu-satunya cara mengantisipasi (polemik) itu adalah dengan data yang kuat, bukti, yaitu surat kematian," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama 6 tahun berkecimpung di KPU, Miftah kerap dihadapkan pada masalah pemilih 'hantu'. Ia kerap menerima laporan secara lisan jika ada yang menemukan orang meninggal masuk daftar pemilih. "Padahal namanya sudah terlanjur masuk DPT atau DCT. Alhasil kita harus turun cek ke lapangan langsung," tuturnya.
Ia mencontohkan saat Pilgub Jabar 2018 lalu, puluhan orang meninggal masuk daftar pemilih. Menurut Miftah, hal itu disebabkan pihak keluarga tidak langsung mengurus surat kematian mendekati pemilihan.
"Kami tidak bisa sembarangan menghapus nama-nama itu karena tidak menerima surat kematian sebagai bukti legal. Untuk mencoretnya, kami harus membuktikan hingga mendatangi kuburan yang bersangkutan," tutur dia.
Saat ini, Miftah menjelaskan, tercatat 1,7 juta orang dalam DPT di Karawang. Hingga kini, kata dia, pihaknya belum mendapat laporan ihwal pemilih yang meninggal.
"Laporan kami terima hingga H-1 pemilihan. Jika DCT terlanjur dicetak, kami bisa tambahkan keterangan manual jika ada pemilih yang meninggal," ucap Miftah. (bbn/bbn)











































