Ketua Koperasi Produsen Mitra Kelapa (KPMK) Pangandaran Yohan Wijaya menyampaikan, dari luas perkebunan kelapa di Kabupaten Pangandaran sekitar 33.400 haktare, sebagian besar pohon-pohonnya sudah berusia lebih dari 50 tahun.
"Jadi pohon kelapanya mulai tidak produktif. Buahnya makin jarang, ukurannya makin kecil, sementara pohonnya makin tinggi dan susah dipetik," ujar Yohan kepada detikcom, Kamis (31/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam upaya melakukan peremajaan kelapa, kata Yohan, diperlukan sinergi antara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah, kata dia, perlu membangun kesadaran masyarkat soal perlunya menanam kelapa.
"Kalau sekarang ini, warga dikasih benihnya aja belum tentu ditanam. Memang sih lama berbuahnya, bisa sampai tujuh tahun. Tapi kan harus dilakukan," kata Yohan.
Secara teknis, kata dia, memang harus disiasati agar penanaman pohon baru tidak terlalu merugikan. Bisa saja, menurut dia, pohon-pohon tua tidak ditebang, tapi pohon-pohon baru di tanam di antara pohon-pohon lama.
"Memang tidak ideal, jadi nutrisinya harus ekstra. Tapi ini bisa dilakukan," ujar Yohan.
Menurut Yohan, selain pariwisata dan perikanan, industri kelapa berpotensi menjadi topangan ekonomi Kabupaten Pangandaran. Ia menggambarkan, saat ini, produksi kelapa rata-rata 800 ribu butir per hari. Dari jumlah tersebut, menurut dia, 70 persennya dijual ke luar daerah tanpa diolah.
"Kalau diolah dengan memberdayakan warga ini lebih hebat. Banyak sekali produk turunan dari kelapa, bahkan sebagian bisa ekspor," kata Yohan.
Hal senada juga dikatakan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Pangandaran Teddy Sonjaya juga mengkhawatirkan rendahnya budaya menanam di kalangan petani kelapa. Sebagai stimulus, kata dia, pihaknya mencoba menjembatani penyaluran-penyaluran CSR untuk peremajaan kelapa.
"Terakhir ada BUMN mau bantu distribusi benih kelapa ke petani. Kita juga harapkan ada penyuluhan-penyuluhan penanaman kelapa dari pemerintah," kata Teddy. (ern/ern)











































