"Kita dengan revitalisasi harus menyiapkan, karena satu-satunya derita yang dirasakan narapidana itu hilang kemerdekaan bergerak," ucap Sri Puguh usai menjadi saksi dalam sidang kasus suap dengan terdakwa eks Kalapas Sukamiskin Wahid Husen di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (9/1/2019).
Kemerdekaan bergerak yang dimaksud Sri ini termasuk berhubungan suami-istri. Sri menuturkan memang diperlukan adanya fasilitas atau kebijakan kepada napi untuk berhubungan dengan istrinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri menjelaskan ada dua mekanisme yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan ini. Pertama kebijakan cuti mengunjungi keluarga atau membuat ruangan di dalam lapas bertipe minimum security.
"Cuti mengunjungi keluarga atau apapun itu. Dengan revitalisasi, di minimum security boleh berhubungan dengan keluarganya. Jadi di lapas minimum security bareng-bareng. Kalau di maximum security enggak boleh, aksesibilitasnya ketat. Di medium ketat, di minimum boleh. Supaya tidak menyimpang," kata Sri.
Sri menuturkan soal kebijakan cuti mengunjungi keluarga memang sudah ada sejak lama. Namun durasi waktu yang diberikan memang terbatas.
"Cuma dua hari dan orang jarang mau," katanya.
Kasus 'bilik cinta' pertama kali terungkap dalam dakwaan jaksa KPK terhadap Wahid Husen. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Fahmi mendapat berbagai fasilitas dan kemudahan usai menyuap Wahid dengan mobil, barang dan sejumlah uang.
Bilik cinta berukuran 2x3 meter persegi itu dibuat dengan tujuan hubungan badan suami-istri antara Fahmi dan istrinya Inneke Koesherawati. Selain untuk Fahmi, bilik cinta itupun disewakan ke napi lain. (dir/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini