Hal ini diungkap Yanyan Nuryanto, ketua harian Balawista melalui sambungan telepon dengan detikcom. "Tahun ini kemungkinan kami absen. Persoalannya bukan sekadar anggaran, tapi juga pengakuan. Kami memiliki Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani bupati, namun SK itu tidak mendapat perhatian dari leading sektor kedinasan yakni pariwisata," kata Yanyan, Minggu (23/12/2018).
Akibat absennya Balawista, dikhawatirkan penanganan kawasan wisata kurang optimal, meski di lokasi ada personil Basarda, Pos Basarnas, Airud dan Pos AL serta relawan lainnya. "Makanya saya ke personel mending jualan cilok saja, jelas-jelas bisa menafkahi keluarga. SK bupati kurang sakti dan diabaikan oleh dinas, mereka terkesan meremehkan padahal kita ini punya perut dan nyawa. Sekali lagi, sebenarnya bukan hanya sekadar persoalan uang atau anggaran, tapi juga pengakuan," tutur Yanyan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengomentari hal itu, Faber Sinaga, Koordinator Pos SAR Basarnas, menganggap persoalan Balawista lebih kepada kepentingan antara lembaga tersebut dengan pemerintah daerah.
"Satu sisi, peranan lifeguard itu diperlukan untuk pengamanan wisata pantai, ada peranan pencegahan terhadap wisatawan yang berada di kawasan pantai," kata Faber.
"Itu lebih kepada persoalan antara Pemkab Sukabumi dengan Balawista. Kami sendiri dari Basarnas siap dan siaga pada Natal 2018 dan tahun baru. Tetap memberikan pelayanan agar pengunjung aman dan nyaman berwisata," ucap Faber. (sya/bbn)