Pantauan detikcom, kegiatan tersebut dihadiri oleh Dekan Fakultas MIPA ITB, perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jabar, perwakilan dari Sesko Angkatan Udara, serta para peneliti. Kegiatan dimulai dengan penjelasan mengenai Teleskop Zeiss oleh para peneliti dan diakhiri kunjungan ke kubah tempat Teleskop Zeiss berada.
Teleskop Zeiss merupakan hadiah pemberian dari K.A.R. Bosscha yang bertujuan meningkatkan peran ilmuan di Indonesia. Teleskop tersebut dia pesan pada bulan Juni 1921 dari Firma Carl Zeiss yang terletak di Jena, Jerman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada tanggal 7 Juni 1928 K.A.R. Bosscha secara resmi menyerahkan fasilitas pengamatan astronomi terbesar dan termodern di Asia buatan Zeiss kepada Nederlandsch Indische Sterrenkundige untuk dimanfaatkan bagi kepentingan kemajuan sains, terutama sains astronomi, dan mengangkat peran ilmuan di Nusantara," jelas Dekan Fakultas MIPA ITB Edy Tri Baskoro kepada wartawan di Observatorium Bosscha pada Sabtu (1/12/2018).
Lebih lanjut Edy menjelaskan, pada tahun-tahun berikutnya Observatorium Bosscha sendiri mengalami berulangkali peralihan administratif. Sejak 1951 hingga saat ini, Observatorium Bosscha resmi menjadi bagian ITB yang digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang astronomi.
"Pada dekade selanjutnya, observatorium mengalami berbagai peralihan status administratif hingga tahun 1951 menjadi bagian dari ITB dan menjalankan amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi," kata Edy.
Peneliti Astronomi ITB Mochamad Irfan mengaku jika kualitas Teleskop Zeiss masih baik untuk melakukan pengamatan karena para teknisi selalu berupaya merawat komponen mekaniknya terutama pada bagian lensa.
Agar bagian lensa tersebut tidak berjamur, sambung Irfan, para teknisi membersihkannya minimal satu kali dalam satu tahun sesuai dengan buku panduan yang dimiliki. Lensa tersebut, kata dia, biasanya dibersihkan pada musim kemarau di bulan April.
"Selain kita menjaga agar tidak kena jamur, kita juga secara rutin membersihkan lensa itu pada saat musim kering. Pada musim tertentu memang harus kita bersihkan. Dibersihkannya minimal setahun sekali lensanya. Tapi tergantung kondisi cuaca," terang Irfan.
Irfan mengaku cuaca Lembang yang lembap memang berpengaruh terhadap kualitas komponen. Biasanya, kata dia, para teknisi akan segera ditugaskan untuk memeriksa jika kelembapannya berlebihan dan parkir teropong diposisikan agar air cepat jatuh.
"Biasanya kami memberi tahu teknisi untuk segera memeriksa manakala ada kelembaban yang berlebihan. Kemudian parkir teropong diposisikan supaya air cepat jatuh," tutur Irfan.
Peneliti Astronomi lainnya, Evan Irawan Akbar menyebut bahwa saat ini 22 teleskop di Observatorium Bosscha telah melakukan 12.000 kali pengamatan dan berhasil mengamati 3.000 bintang. Dia pun mengatakan bahwa Teleskop Zeiss merupakan satu-satunya teleskop terbesar dengan refraktor ganda yang ada di sana.
Evan menuturkan bahwa hingga saat ini komponen yang ada di teleskop tersebut masih orisinal dan pengoperasiannya pun masih dilakukan dengan cara manual. Agar pengamatan menjadi lebih mudah, ke depannya dia berharap teleskop tersebut bisa dioperasikan secara lebih kekinian.
"Ke depannya kita ingin melakukan perbaikan, termasuk selama ini teleskop ini masih digerakkan secara manual. Kita akan mencari cara bagaimana agar bisa computer rise agar lebih memudahkan pengamatan," ungkap Evan.
Sementara itu, Kepala Observatorium Bosscha Premana W. Premadi menyebut jika secara teknis ke depannya observatorium membutuhkan tenaga yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuan agar bisa terus-menerus dimodernisasi.
"Secara teknis, kita membutuhkan orang-orang yang berasal dari berbagai bidang ilmu. Ini agar observatorium ini kiprahnya makin banyak karena memang dimodernisasi terus," kata Premana. (mud/mud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini