Seperti diketahui angklung merupakan alat musik berbahan bambu asal Jabar. Alat musik ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Sayangnya kebutuhan bambu untuk angklung cukup sulit. Sebab tidak semua bambu bisa menjadi bahan baku.
"Nanti saya perintahkan tanah-tanah di Jabar yang tidak ada fungsi sosial ditanami bambu saja. Bambunya yang bisa dipanen untuk kelestarian budaya. Karena tidak semua jenis bambu bisa jadi instrumen musik," ujar Ridwan usai acara Hari Angklung di Gedung Sate, Kota Bandung, Minggu (18/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ke depan, kata Emil, ia juga akan mengembangkan pusat kebudayaan agar alat musik angklung bisa lestari seperti di Saung Angklung Udjo yang berada di Kota Bandung.
"Pusat-pusat budaya kita kembangkan sehingga tidak hanya Saung Angklung Udjo, tapi di tempat lain juga ada. Sehingga sesuai dengan visi misi provinsi pariwisata, maka budaya Sunda ini lestari selamanya," katanya.
![]() |
Pemecahan Rekor
Dalam acara Hari Angklung yang digelar Minggu pagi itu berhasil memecahkan rekor dari Record Holder Republic kategori 170 grup angklung bermain serentak selama 30 menit.
"Bagi kita bukan soal pecah rekor dunianya, tapi kita sudah bertekad bahwa angklung ini harus mendunia," ujar Emil.
Selama acara pemecahan rekor tersebut 170 grup yang terdiri dari TK/Paud, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA dan Perti/Umum ini kompak bermain angklung dengan membawakan lagu daerah seperti Alusi Au, Sabilulungan dan Yamko Rambe Yamko.
Tidak hanya membawakan lagu daerah, para peserta kompak memainkan sejumlah lagu khas luar negeri seperti Australia dan Brazil. Bahkan di akhir mereka membawakan lagu Heal The World yang dipopulerkan oleh Michael Jackson.
(tro/ern)