Dalam peristiwa bersejarah itu, sosok kiai asal Cirebon ternyata memegang peranan penting. Namanya Kiai Abbas. Dia sebagai komandan perang 10 November 1945. Kiai Abbas berasal dari Pondok Buntet Pesantren, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Menurut salah seorang cucu Kiai Abbas, Ayip Abbas, mengatakan mendiang kakeknya tersebut sangat dekat dengan Kiai Hasyim Asyari, tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Keduanya kerap berkolaborasi membesarkan pesantren.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, Kiai Hasyim membuat rencana berkolaborasi dengan Jepang, tujuannya melatih strategi perang. Kemudian, Kiai Abbas ditunjuk sebagai komandan strategi perang.Ayip Abbas |
"Resolusi Jihad, hingga akhirnya peristiwa 10 November itu pada dasarnya sesuatu yang terencana dan terstruktur. Awalnya, Kiai Hasyim membuat rencana berkolaborasi dengan Jepang, tujuannya melatih strategi perang. Kemudian, Kiai Abbas ditunjuk sebagai komandan strategi perang," tutur Ayip.
Lebih lanjut Ayip menuturkan, sebelum terjadi peristiwa 10 November, Kiai Abbas dan Kiai Hasyim mengirimkan sejumlah orang ke Cibarusah, Bekasi, untuk menguatkan strategi. Bukan hanya itu, Ayip mengungkapkan, Kiai Abbas juga membawa ribuan orang dari Cianjur untuk ikut dalam peristiwa 10 November.
"Ini saya dari saksi hidupnya, sekitar tujuh ribu lebih warga Cianjur itu berangkat ke Surabaya sesuai perintah Kiai Abbas. Artinya, peristiwa itu sudah terencana jauh-jauh hari," kata Ayip.
![]() |
Ayip mengatakan Kiai Abbas merupakan generasi keempat yang mengasuh Pondok Buntet Pesantren. Kiai Abbas merupakan putra dari Kiai Abdul Jamil dan Nyai Qariah. Ayip menyebutkan Kiai Abbas wafat saat terjadi peristiwa Perjanjian Linggarjati pada 1946.
"Ya Kiai Abbas wafat saat ada Perjanjian Linggarjati. Kiai Abbas sempat shock dengan poin-poin yang disepakati dalam perjanjian itu," tutur Ayip.