detikcom menengok kampung tersebut pada Kamis 8 November 2018. Terlihat sejumlah ibu-ibu sibuk mengerjakan pembuatan tambang di tepi jalan. Mereka membentangkan sebuah tali panjang sambil maju dan mundur. Tangannya memegang alat seperti katrol yang diputar-putar untuk menggulung tali. Alatnya dinamakan kincir.
Proses membuat tambang secara tradisional ini tetap dipertahankan warga setempat. Tambang berbahan daun pandan dan mendong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kualitas tambang buatan Saguling sudah terjamin. Hasilnya rapi dan bagus, kerapatannya pas.Ajan (72), perajin tali tambang. |
Dulunya pembuatan tambang berbahan ijuk. Tali itu berfungsi membangun rumah bambu dan menangkap ikan saat nelayan melaut. Namun tali ijuk sudah jarang digunakan, kini warga beralih membuat tambang dari mendong dan pandan untuk keperluan kerajinan. Bahan bakunya mudah didapat karena rutin disuplai dari daerah lain.
"Mulai ramai sejak masa reformasi (tahun 1998). Bisnis tali tambang untuk kerajinan seperti kursi, tas, dan tikar. Sampai sekarang semakin ramai banyak pesanan. Tali tambang ini merupakan bahan setengah jadi untuk kerajinan," ujar Ajan.
![]() |
"Kalau pesanan dari Yogyakarta itu biasanya tali tambang campuran antara daun pandan dengan air emas aluminium foil, kualitasnya beda," ucap Ajan.
Kampung perajin tambang di Ciamis ini kerap disambangi wisatawan. Ajan berkisah, waktu itu ada orang Jepang datang ke kampungnya untuk melihat dan belajar proses pembuatan tambang.
"Di Ciamis (khusus perajin tambang) hanya ada di sini. Meski terlihat sederhana dan mudah, tidak semua bisa (membuat tambang). Kualitas tambang buatan Saguling sudah terjamin. Hasilnya rapi dan bagus, kerapatannya pas," tutur Ajan.
![]() |
Upah membuat tambang satu ikat dengan panjang 20 meter dibayar Rp 800. Setiap hari, rata-rata satu perajin mampu memproduksi 50 ikat atau nilainya Rp 40 ribu. "Kalau mau penghasilan banyak, ya harus rajin. Tapi memang kebanyakan ibu-ibu di sini produksi tambang setelah pekerjaan di rumah selesai," kata Haer.
Menurut Haer, dulu perajin tambang di Kampung Saguling Kolot mencapai ratusan orang. Kini hanya tersisa sekitar 100 orang dan kebanyakan perajin tali tambang ini para lansia. Guna melestarikan warisan nenek moyang, Aer menjelaskan, sekarang generasi penerus mulai dibina dan dilatih agar tambang produksi asli Saguling ini tetap ada.
"Kami akan terus menjaga produksi tali tambang ini, karena ini keahlian warisan orang tua yang harus dilestarikan," ujar Aer.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini