Para peneliti telah memastikan sesar tersebut aktif. Upaya mitigasi terhadap potensi gempa terus dilakukan pihak-pihak terkait dengan menggencarkan sosialisasi.
Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna menyebut Sesar Lembang seolah menjadi horor bagi masyarakat Lembang dan wisatawan. "Sesar Lembang itu menjadi momok dan pemberitaan yang memang menakutkan. Ini juga bukan orang Bandung Barat saja, tapi juga pengunjung yang datang dari luar menjadi takut," kata Aa saat acara dialog publik bertajuk 'Kupas Tuntas Sesar Lembang' di Ballroom Hotel Augusta, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (30/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegiatan tersebut dihadiri pula warga setempat, pelajar, personel TNI dan Polri. Adanya kegiatan semacam ini, sambung Aa, masyarakat di Kabupaten Bandung Barat dapat memperoleh ilmu pengetahuan mengenai Sesar Lembang sehingga tidak disikapi dengan ketakutan berlebihan.
"Jangan terlalu takut. Bencana itu secara teori memang harus diantisipasi. Tapi kita juga harus menyadari, kalau kita banyak berdoa kepada Allah, insyaallah tidak akan terjadi apa-apa," tutur Aa.
Kepala BPBD Jabar Dicky Saromi menjelaskan persoalan Sesar Lembang tengah mengemuka pascabencana gempa dan tsunami di Palu-Donggala, Sulteng. Dia menegaskan hal terpenting saat ini melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat agar memahami cara mengurangi risiko gempa.
"Sesar ini masih aktif karena ada pergeseran sekitar 3-5 milimeter setiap tahunnya. Selain itu juga sudah ada historical-nya bagaimana gempa itu telah menimbulkan kerusakan bangunan. Pada 2011, skalanya 3,3, beberapa bangunan mengalami kerusakan," tutur Dicky.
Peneliti PPMB ITB Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan sosialisasi dan simulasi yang digelar pihak terkait ke depannya dapat dikemas sederhana tanpa biaya yang besar.
"Ya, membuat sosialisasi menjadi murah. Bukan hanya sosialisasi, tapi juga simulasi semestinya dijadikan murah. Jadi sosialisasi tidak perlu ada hadiah dan lain sebagainya. Ini bisa menjadi murah, misalnya dengan melakukan sosialisasi di halaman rumah Pak RT atau RW dan dihadiri oleh warga setempat," tutur Nuraini.
Sejalan dengan pendapat tersebut, peneliti PPMB Irwan Meilano menegaskan bencana selalu memilih korban yang tidak siap. Sebab itu, sambung dia, mitigasi harus dilaksanakan secara rutin dengan biaya murah dan mudah. Terpenting, Irwan menegaskan, masyarakat paham materi yang disampaikan saat proses sosialisasi.
"Kalau berdasar data yang kami lakukan, gempa itu memilih korbannya. Korban yang terpilih adalah mereka yang tidak siap. Sosialisasi ini memang mestinya dibuat murah dan mudah," kata Irwan.
Simak Juga 'Selama 2018, Ada 1.999 Kejadian Bencana di Indonesia':
(bbn/bbn)











































