Warga menyebut eksplotasi bahan tambang itu juga sempat menggunakan bahan peledak, namun belakangan aktivitas peledakan itu dihentikan seiring dengan ramainya protes warga ke area tambang.
"Dugaan kami dari 17 mata air yang menjadi sumber penghidupan warga hanya tersisa 1 mata air atau sumur yang masih bisa dimanfaatkan warga untuk mengairi sawah dan minum. Sumur warga kering, kami terpaksa memanfaatkan air selokan atau serapan irigasi sawah," kata Oon Juanda (58) warga sekaligus tokoh masyarakat setempat kepada detikcom, Jumat (21/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi sulitnya air dirasakan warga sudah sejak dua tahun terakhir ini, ketika eksploitasi tambang mulai dilakukan. "Puluhan tahun saya tinggal di kampung ini, baru sekarang setelah ada tambang air mengering. Protes kami hanya di dengar dan berujung janji," imbuh dia.
Soal ledakan, Oon mengaku banyak warga yang mengalami kerugian. Selain rumah retak ada juga yang peternakan ayam pedagingnya gagal hanya gegara ledakan.
Ketua RT 05 RW 01, Desa Tanjungsari Madin (50) membenarkan hal itu sebelum ada eksploitasi menggunakan bahan peledak peternakan ayamnya tidak ada masalah. Namun persoalan timbul ketika ledakan keras yang berasal dari tambang terjadi.
"162 ekor ayam saya mati karena stres, sebelum ada ledakan peternakan ayam lancar. Tapi setelah adanya ledakan-ledakan saya pilih untuk menghentikan usaha saya," tutur Madin.
Hingga saat ini upaya konfirmasi sudah dilakukan detikcom, Kepala Tekhnik Tambang PT Semen Jawa Tengku belum memberikan respon. Begitu juga dengan pihak Public Relations perusahaan tersebut. (sya/ern)