Pasangan suami-istri ini menyebut hampir 80 persen padi yang ditanam di tanah seluas 180 meter persegi itu mati. "Awon, kaburu halodo, da teu kacaian sawah na ge. (Jelek, keburu kemarau, soalnya tidak teraliri air sawahnya juga)," kata Unus berbahasa Sunda kepada detikcom di lahan sawah garapannya yang berada di Desa Tanjunglaya, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (29/8/2018).
Musim kemarau ini membuat tanaman padi milik Unus mengering. Bulir padi yang tumbuh tak berisi, hanya menyisakan cangkang gabah. Selain itu, tanah sawahnya pecah-pecah karena sudah sekitar tiga bulan tidak teraliri air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Unus, lahan sawah yang ada di dekat area garapannya seluas sekitar 350 meter persegi itu nasibnya sama dengan miliknya. Sawahnya mengalami gagal panen karena jauh dari irigasi air. "Irigasina jauh, ngalewatan dua desa heula (Sumber irigasi airnya jauh, harus melewati dua desa)," ujar Unus.
Petani padi di Kabupaten Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikcom) |
"Biasana sakali panen dugi sa ton, ayenamah paling 200 kilo ge duka (Biasanya satu kali panen bisa mencapai 1 ton, sekarang paling 200 kg juga tidak tahu)" ucapnya.
"Atos 15 tahun nyawah didieu, atos opat kali ngaraosan kekeringan, terakhir opat taun ka pengker (sudah 15 tahun saya menanam padi disini, sudah empat kali merasakan kekeringan, terakhir epat tahun ke belakang)," kata Unus menambahkan.
Sementara itu, Apong mengatakan panen tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelum. Akibat padi yang ditanam mengalami gagal panen, modal Apong menanam padi di lahan tersebut ludes.
"Modal mah 400 ribu, sareng perawatan janten sajuta. Boro-boro untung, nu ayamah rugel (Modalnya 400 ribu rupiah dan perawatan jadi satu juta rupiah. Jangankan untung, yang ada rugi)," ujar Apong. (bbn/bbn)












































Petani padi di Kabupaten Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikcom)