Wardoyo adalah sopir teladan se-Karawang pada 2017. Tahun ini ia terpilih jadi sopir teladan ke-dua se-Jawa Barat di bawah Asep Syarif Hidayat dari Kabupaten Bandung. Rencananya, Pemprov Jabar akan mempersiapkan Wardoyo untuk mewakili Jawa Barat ke tingkat nasional bulan September nanti.
"Saya tidak tahu sistem penilaiannya seperti apa, mungkin saja ada juri yang menyamar jadi penumpang. Yang jelas prinsip saya membuat penumpang senyaman mungkin, tertib berkendara dan tidak ngetem terlalu lama," kata Wardoyo saat ditemui detik di Bunderan Telukjambe Timur, Selasa (28/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Hanya menerapkan yang diajarkan saat ikut pelatihan di Polda dan Dishub. Dimulai dari wawasan dan perilaku diri sendiri saat di jalan. Jika kita membuat nyaman penumpang, rejeki akan berdatangan," kata Wardoyo yang sudah 25 tahun menjadi sopir.
Selain perilaku mengemudi, Wardoyo juga terpilih karena dianggap berhasil di bisnis angkot. Sejak mulai terjun di dunia angkot pada 1993 silam, Wardoyo terbilang berhasil merangkak sukses. Saat ini, ia bahkan sudah punya 5 angkot dan bisa mempekerjakan 5 sopir.
"Saya memulai pekerjaan ini sebagai kernet dan sopir cadangan. Selama tiga tahun, saya kumpulin uang sampai akhirnya bisa nyicil mobil sendiri tahun 1996," terang Wardoyo yang tak pernah sekalipun berurusan dengan hukum saat menarik angkot.
Wardoyo bercerita, selalu narik dengan perasaan bangga dan gembira. Karena untuk bisa nyicil mobil sendiri, ia harus banyak puasa dan menabung.
"Waktu itu saya pertama kali bawa angkot milik sendiri. Saat itu saya anggap pekerjaan ini suatu berkah. Artinya posisi saya naik, karena sejak kecil keluarga saya tidak mampu. Orang tua saya tidak bekerja. Untuk beli beras saja susah," kata Wardoyo saat mengenang masa kecilnya yang perih.
Pria tiga anak itu bercerita sejak remaja ia bekerja di pabrik batu bata. Itu ia lakukan untuk bertahan hidup dan membiayai sekolahnya. Setiap hari ia mengangkut bata dari pabrik ke truk pengepul. "Saya diupah satu rupiah per satu batu bata. Penghasilan saya saat itu berkisar satu hingga dua ribu rupiah," kenang Wardoyo.
"Bahkan saya ngumpulin kayu dan ranting di sepanjang jalan untuk ditukar dengan beras," tutur dia sambil berlinang air mata.
Saat ini, nasibnya sudah berubah drastis. Berkat kegigihannya, ia bisa menyekolahkan anak pertamanya hingga kuliah di Universitas Negeri Semarang. "Anak saya sebentar ambil jurusan teknik mesin otomotif. harapan besar anak saya bisa buka bengkel. Bahkan banyak rekan sesama sopir yang ingin anak saya cepat lulus," katanya.
Saat ditanya tips suksesnya, ia hanya bilang selaiknya sopir angkot tidak mabuk saat narik. "Itu saya jalankan sejak dulu. Bahkan saya selalu melarang sopir saya untuk mabuk saat narik. Mabuk saat itu pangkal celaka. Sudah terlalu banyak oknum sopir yang mabuk saat narik. Hingga image sopir angkot kurang baik di masyarakat," kata Wardoyo (mud/mud)