Satu persatu kaki-kaki kecil itu nekat menerobos sungai selebar 50 meter untuk sampai ke sekolah. Memang kedalaman sungai hanya setinggi lutut anak kecil, sehingga mudah dilintasi. Namun keselamatan jiwa mereka juga terancam.
Setiap hari, mereka harus menempuh jarak sekitar 1,5 kilometer untuk tiba di Kampung Pasir Kandel, Desa Sukamaju tempat sekolah mereka berada. Pulang pergi total mereka menempuh jarak sejauh 3 kilometer, nihilnya infrastruktur jembatan tidak menyurutkan semangat mereka bersekolah. Namun, ketika air sungai meluap, mereka terpaksa meliburkan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami bikin hari ini, tiba-tiba air sungai meluap besoknya jembatan hilang lagi. Terus saja begitu, usulan untuk membuat jembatan juga sudah sering kami ajukan namun memang belum ada respons," kata Suanta (45),ketua RT setempat, Rabu (1/7/2018).
![]() |
"Sekolah sudah maklum, kalau hujan arus sungai berubah jadi deras dan meluap. Kalau sudah begini ya terpaksa libur, kadang sampai dua minggu enggak sekolah," ujar Suanta.
Senada dengan Suanta, Syamsiah (29) salah satu orang tua murid mengaku kerap waswas ketika putrinya, Zahra (7), menyeberangi sungai. Bahaya mengintai bocah-bocah penerus bangsa ini.
"Waswas khawatir dan takut, saya selalu nitip-nitip ke teman-temannya yang badannya lebih besar untuk jagain. Tapi saya sedikit tenang karena kadang pak RT juga sering berjaga di tengah sungai untuk membantu nyebrangin Zahra," tuturnya.
MI Pasir Badak ialah satu-satunya sekolah terdekat. Zahra, siswi kelas 2 MI, tak surut semangatnya bersekolah demi bercita-cita menjadi dokter. "Saya ingin jadi dokter, banyak nolongin orang. Sekarang saya kepengen ada jembatan melintas sungai, karena kalau air naik sedikit saja baju seragam pasti basah," ucap Zahra.
![]() |