Menurut dia, ucapan dan simbol berupa kaus '2019 Ganti Presiden' yang diusung Sudrajat-Syaikhu seharusnya untuk konsumsi internal simpatisan. "Pernyataan itu (ganti presiden) bisa disampaikan lewat internal saja. Bukan dalam forum terbuka yang tujuannya untuk meraih dukungan dari berbagai kalangan. Sisi komunikasi politik ini agak blunder," kata Karim saat dihubungi via telepon genggam, Selasa (15/5/2018).
Ia menuturkan karakter masyarakat Jabar saat ini belum tentu memilih calon di semua tingkatan Pilkada, Pileg hingga Pilpres dari partai yang sama. Sehingga, sambung dia, pesan yang disampaikan Sudrajat-Syaikhu tidak efektif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karim mencontohkan saat ini Gerindra dan PKS mengusung Sudrajat-Syaikhu di Pilgub Jabar 2018. Lalu kedua partai itu mengusung Prabowo di Pilpres 2019. Namun, dia melanjutkan, belum tentu masyarakat memilih Prabowo dan Sudrajat nantinya.
"Karena perilaku masyarakat kita, tidak menempatkan telur dalam satu keranjang. Mereka memilih presiden, DPR, gubernur, bupati, walikota tidak pernah mengambil calon dari partai yang sama. Meskipun memilih Prabowo adalah sikap politik Gerindra dan PKS, tapi yang memilih 'Asyik' belum tentu setuju dengan sikap politik partai," tuturnya.
Menurutnya paslon nomor tiga ini kurang memahami perilaku pemilih di Indonesia khususnya Jabar. Selain itu, sambung dia, keduanya kurang memperhitungkan dampak dari tindakan tersebut.
"(Tindakan) itu disengaja. Hanya dia lupa keputusan itu adalah internal. Kalkulasinya kurang matang," ujar Karim. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini