Waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB, Rabu (9/5/2018) kemarin. Lonceng berdentang nyaring saat detikcom menyambangi Lapas yang menerapkan sistem Pesantren Terpadu ini. Lapas ini terbilang unik, karena setiap narapidana atau warga binaan di tempat ini mendapat sebutan santri dan santriawati.
Sel tahanan terbuka, satu persatu warga binaan menuju Masjid At Taubah yang terletak di bagian sisi kanan bangunan sel tahanan. Mereka mengambil air wudu kemudian mengikuti kegiatan keagamaan harian rutin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yunianto menjelaskan penjara dengan pola pesantren sudah diterapkan sejak 2012. Idenya digulirkan Kalapas waktu itu yang bernama Sahat Philips Parapat.
"Beliau seorang Katolik namun hasil pemikiran beliaulah ponpes ini bisa berdiri. Mungkin saat itu beliau mempelajari kultur masyarakat Cianjur yang agamis," ucap Yunianto.
Lapas Cianjur. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom). |
Ada tiga kelas pengajaran di Lapas pesantren terpadu, mulai dari Kelas A untuk tahapan iqro, Kelas B untuk Alquran dan kitab, serta terakhir Kelas Eksekutif untuk pengajaran kitab kuning.
"Mereka yang awalnya enggak bisa ngaji jadi bisa ngaji, yang tidak bisa shalat jadi rajin shalat ketika mereka keluar dari sini ilmu yang diperoleh diharapkan bisa bermanfaat untuk masyarakat," tutur Yunianto.
Kasi Binadik dan Giat Ja Erfin Kurniawan berharap pola pendidikan keagamaan yang selama ini diterapkan Lapas Cianjur bisa merubah karakter dari warga binaan.
"Alhamdulillah, Senin sampai Kamis kelas pengajaran dibuka, berlanjut ke hari berikutnya pengajian bersama, istigasah. Dengan kegiatan ini ketika mereka bebas bisa menerapkan ilmunya di masyarakat, pola pengajaran yang kami lakukan memang sama persis dengan pola pesantren kebanyakan," tuturnya. (bbn/bbn)












































Lapas Cianjur. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikcom).