Kesenian bebegig hadir sejak zaman Hindu. Dahulunya digunakan sebagai alat untuk mengusir hama tanaman padi huma di pegunungan. Soal basmi hama ini sudah melegenda.
Seiring bergulirnya waktu, generasi penerus mulai mengembangkannya sebagai kesenian. "Sepengetahuan saya dulu Bebegig ini untuk mengusir hama, tapi berbeda dengan bebegig yang biasa ditemukan di sawah. Karena yang punya bebegig dulu punya ternak sapi atau kerbau. Bebegig ini sudah turun temurun. Sudah generasi ke-10," ujar Ketua Padepokan Bebegig Brajagati Sukamantri Medi Tarmedi di acara pembukaan Pentas PAI Tingkat Jawa Barat di Alun-alun Ciamis, Rabu (18/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Topeng dimainkan seseorang yang berpakaian injuk. Bebegig ini dilengkapi kolotok, biasa digunakan pada hewan ternak seperti sapi, mengeluarkan bunyi-bunyian khas.
Berat satu topeng bebegig mencapai 60 kilogram untuk orang dewasa. Sementara yang biasa digunakan untuk anak-anak usia 15 tahun beratnya 30 kilogram.
![]() |
Ada pula pertunjukan menampilkan perkelahian sesama bebegig. Biasanya ditampilkan di upacara peringatan hari jadi baik di Ciamis maupun luar daerah, acara hajatan serta kegiatan kesenian lainnya.
"Alhamdulillah setiap kali tampil, bebegig selalu menjadi perhatian masyarakat. Baik yang penasaran ataupun yang ingin foto-foto," tutur Medi.
Sebelum tampil, para pelaku bebegig ini memanjatkan doa kepada para leluhur untuk meminta izin. Agar saat tampil dalam keadaan selamat dan berjalan lancar.
![]() |
Kesenian Bebegig hanya ada di Kecamatan Sukamantri saja. Hampir setiap rumah di wilayah itu memiliki topeng Bebegig. Sebagai bentuk kesadaran untuk melestarikan kesenian daerah. Setidaknya ada lima padepokan Bebegig di Sukamantri yakni Prabusampulur, Baladewa, Bragajati, Batara dan Margadati.
"Kesenian Bebegig ini terus kami lestarikan, karena ini sebagai salah satu kesenian identitas dari Kabupaten Ciamis," kata Medi. (bbn/bbn)