Mengenal Mama Jana, Maestro Tarling Klasik Cirebon

Mengenal Mama Jana, Maestro Tarling Klasik Cirebon

Sudirman Wamad - detikNews
Jumat, 13 Apr 2018 08:59 WIB
Mama Jana/Foto: Sudirman Wamad
Cirebon - Alunan musik tarling klasik Cirebonan menyambut kedatangan detikcom saat bertamu di kediaman 'Sang Maestro Tarling Klasik', Sudjana Partanain (82) di Gang Melati VII Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Sudjana Partanain yang akrab disapa Mama Jana itu tengah memainkan gitar kesayangannya. Meski usianya sudah senja, Mama Jana masih aktif manggung dan rutin mengasah kemampuan. Stempel 'Maestro Tarling Klasik' tak membuatnya jumawa, Mama Jana masih merasa terus berlatih.

Mama Jana, satu-satunya seniman tarling klasik di Cirebon. Tarling klasik salah satu kesenian tradisional asli Cirebon yang terlupakan, tak seperti dangdut pantura. "Tarling itu asal katanya dari gitar dan suling, awalnya itu. Gendang dan gong, serta kecrekan (tambourine-red) itu hanya tambahan," kata Mama Jana memulai perbincangan dengan detikcom, Kamis (12/4/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenal Mama Jana, Maestro Tarling Klasik CirebonFoto: Sudirman Wamad

Jana menceritakan perjuangannya memperkenalkan tarling pada zaman kolonialisme. Jana juga tak memungkiri, zaman kolonialisme menjadi era kejayaan tarling klasik. Dikatakan Jana, era kejayaan tarling klasik mulai meredup di era orde baru.

"Tahun 1940 sampai 1960 tarling itu berjaya. Waktu itu tarling klasik berubah nama menjadi melodi kota udang. Tahu 1970 hingga 1980 tarling klasik mulai sepi peminat," kata Jana.

Jana mengaku banya momen yang tak terlupakan pada msa era kejaayaan tarling klasik. Jana harus bisa berbaur dengan para penjajah agar bisa mendapatkan kesempatan bermain tarling klasik.

"Pernah ditanya-tanya penjajah, mereka khawatir kita bawa pemberontak. Khawatir sih pasti, tapi tidak pernah menjadi tahanan. Seniman mah tak dilarang, karena hiburan," tuturnya.

Jana merupakan generasi kedua seniman tarling klasik di Cirebon. Sebelum Jana, Barang menjadi seniman tarling klasik generasi pertama. Awal mula kecintaan Jana terhadap tarling klasik lantaran kerap nimbrung bersama teman-teman seniman tarling waktu usianya masih 10 tahun.

"Saya mulai manggung itu setelah proklamasi. Awalnya sering ikut-ikutan gitar-gitaran bersama teman-teman. Lama-kelamaan nyantol, terus main dan manggung. Dulu mah sering diundang main ke hajatan-hajatan orang," paparnya.

Dari tahun 1940 hingga 1970-an, setiap harinya Jana disibukkan dengan manggung. Bahkan, diakui Jana, ia tak bisa menghitung berapakali ia manggung dalam sehari. Kondisi tersebut berputar 180 derajat dengan kondisi saat ini.

"Sekarang mah jarang manggung. Kadang sebulan sekali. Walaupun dulu ada kendala, kadang alat musiknya tak sampai lokasi karena jarak yang jauh. Dulu mah susah nyari alamat karena tidak ada handphone," ucapnya.

Perjuangannya merawat dan memperkenalkan tarling klasik masih terus ia lakukan. Bahkan, pemerintah pun mengakui kegigihan Jana sebagai 'Sang Maestro Tarling Klasik'. Tahun lalu, Kemendikbud mengundang Jana sebagai Sang Maestro untuk mengajar tarling ke 60 seniman muda dari berbagai daerah di Jakarta.

"Program Belajar Bersama Maestro (BBM) daei Kemendikbud. Dari 60 itu, hanya 20 yang lolos dan saya ajarka pakem-pakem tentang tarling," kata Jana seraya menunjuk pada piagam BBM yang ia terima dari Kemendikbud.

Sanggar Candra Kirana menjadi bukti perjuangan melestarikan tarling klasik hingga saat ini. Sebanyak 15 seniman tarling bergabung dengan sanggar yang ia kelola. "Khawatir tarling klasik punah. Kita harus mencintai budaya kita," katanya. (avi/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads